TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah akademisi berharap Mahkamah Konsitusi (MK) mempertimbangkan berbagai kritik masyarakat terhadap kebijakan dan tindakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang dinilai telah melakukan pelanggaran etika politik dalam gelaran Pilpres 2024. MK bakal membacakan putusan sidang sengketa pilpres, pada Senin besok.
“Sidang Pendapat Rakyat ini juga mendorong agar majelis hakim MKRI (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia) meminta pertanggungjawaban konstitusional dari Presiden Joko Widodo,” ujar Guru Besar Antropologi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto itu dalam agenda Pembacaan Rekomendasi Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu 2024 yang digelar melalui daring pada Ahad, 21 April 2024.
Adapun Pembacaan Rekomendasi Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu 2024 tersebut diinisiasi oleh sejumlah akademisi antara lain; Ramlan Surbakti, Sulistyowati Irianto, R. Siti Zuhro, Sukidi, Busyro Muqoddas, Zainal Arifin Mochtar, Bambang Eka Cahya Widodo dan Fathul Wahid.
Rekomendasi itu, kata dia, merupakan respons atas dugaan pelanggaran yang meliputi lima aspek fundamental dalam Pemilu 2024 yakni pelanggaran terhadap etika dan prinsip keadilan pemilu, pelanggaran terhadap prinsip netralitas pejabat negara dalam pemilu, penyalahgunaan kekuasaan melalui institusi negara dan sumber daya negara, pelanggaran netralitas penyelenggara pemilu yang mandiri, profesional, berintegritas serta efektif dan efisien serta kejanggalan pengkondisian skenario satu putaran.
Dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu 2024, MK diharapkan mengedepankan nilai-nilai konstitusi, etika, substansi, keadilan, kesetaraan, integritas, dan penegakan hukum. Terdapat enam poin kesimpulan dan rekomendasi dari Sidang Pendapat Rakyat.
Pertama, segala upaya pengubahan hukum ketika telah masuk tahapan pemilu adalah tindakan terlarang dan tidak dapat dibenarkan. Sulistyowati merinci, segala bentuk pengubahan aturan mendadak dalam masa pemilu memuat konflik kepentingan dan melemahkan integritas pemilu.
“Larangan ini dibutuhkan agar cara tersebut tidak berulang pada pemilu-pemilu berikutnya sehingga merusak sendi demokrasi dan integritas pemilu,” tutur dia.
Kedua, Presiden melanggar konstitusi melalui penyalahgunaan kuasa dengan turut campur dalam proses sebelum, saat dan setelah pemilu. Ketiga, Pemilu 2024 adalah pemilu yang tidak adil karena praktik politik nepotisme Presiden RI. Oleh karena itu MK diminta mencabut Putusan MKRI Nomor 90 tahun 2023 yang mengubah persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden boleh di bawah 40 tahun, namun telah memiliki pengalaman sebagai pejabat negara yang dipilih melalui pemilu (anggota DPR anggota DPD, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Walikota).
“Pencabutan tersebut akan memungkinkan institusi MKRI memiliki posisi tegas yang tidak berpihak pada segala peluang bagi praktik dinasti politik dan KKN,” lanjut Sulistyowati.
Keempat, mengingatkan MK agar memutuskan hasil Pilpres 2024 dengan menjunjung tinggi UUD 1945 sebagai pondasi penting melalui penghormatan pada konstitusionalisme demokratis, supremasi etika kenegaraan, anti-KKN serta keadilan substansi. Dalam poin keempat itu juga mendesak terciptanya supremasi hukum, artinya aturan hukum tidak boleh digunakan secara tidak benar untuk memaksakan atau mendorong maksud dan tujuan KKN ke dalam formalisme yang seakan-akan konstitusional.
Poin kelima, MK diminta mempertimbangkan bahwa segala hasil putusan mengenai sengketa Pemilu 2024 akan berdampak pada masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara. Terakhir, yakni desakan adanya aturan baru untuk menguatkan eksistensi integritas Pemilu-Pemilu berikutnya.
“Ini mencakup, misalnya, menaikkan standar ataupun kualitas persyaratan baik itu menyangkut kompetensi dan rekam jejak individu ataupun menyangkut penyelenggaraan pemilu,” ujar Prof. Sulistyowati.
MK telah mengumumkan pembacaan putusan sengketa hasil Pilpres yang dimohonkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md akan digabung pada Senin, 22 April 2024. Panggilan juga sudah disampaikan MK kepada semua pihak terkait, termasuk Anies-Muhaimin sebagai pihak pemohon I, Ganjar-Mahfud sebagai pihak pemohon II, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai pihak yang memberikan keterangan, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pihak terkait.
Sengketa Pilpres 2024 melibatkan dua pemohon, yaitu 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Kedua kubu mengajukan gugatan yang serupa, yaitu mendiskualifikasi Pasangan Calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan meminta penyelenggaraan ulang Pilpres tanpa pasangan tersebut.
Pilihan editor: Prabowo Belum Bisa Pastikan Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres