TEMPO.CO, Jakarta - Relawan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang tergabung dalam Tim Hukum Merah Putih mengomentari soal banjir amicus curiae alias sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pilpres.
"Ini kan kayak maaf ya peradilan jalanan, maunya dibawa ke mana ini MK?" ucap Ketua Tim Hukum Merah Putih, C. Suhadi, di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Jumat, 19 April 2024.
Dia menjelaskan berbagai amicus curiae yang berdatangan ke MK bertentangan dengan sistem hukum di Indonesia, yakni civil law--sistem peradilan yang mengacu pada undang-undang.
Menurut Suhadi, masalah perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU telah diatur dalam Pasal 475 dan Pasal 473 dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tengang Pemilihan Umum.
"Itu yang harus diadili dan diperiksa oleh MK, bukan yang lain," ucap Suhadi.
Dia lalu mencontohkan kasus Prita Mulyasari--ibu dua anak hang harus mendekam di penjara karena curhat soal layanan sebuah rumah sakit--di mana banyak pihak mengajukan sebagai amicus curiae. Tapi, kata Suhadi, Mahkamah Agung (MA) tidak mempertimbangkan berbagai sahabat pengadilan tersebut.
"Kenapa? Kita menganut sistem civil law," ujar dia.
Dia melanjutkan, kedatangannya ke MK adalah bentuk dukungan terhadap hakim konstitusi. Suhadi berharap, hakim MK tidak usah takut dengan berbagai permintaan dari luar, serta mengikuti asas hukum yang berlaku di Indonesia.
"Jangan pendapat dari luar itu menjadi rumusan-rumusan hukum. Itu nanti akan membingungkan masyarakat," tutur Suhadi.
Hingga Kamis, 18 April 2024, MK menyatakan ada 33 amicus curiae yang diajukan berbagai elemen masyarakat. Ini menjadi sahabat pengadilan terbanyak yang pernah diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
Pilihan Editor: Banjir Amicus Curiae di MK, Mengapa Hanya 14 yang Didalami Majelis Hakim?