TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Hasyim Asy’ari, menyatakan bahwa lembaganya telah memberikan sejumlah bukti terkait perolehan suara di sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi atau MK. Salah satunya adalah formulir D Hasil di tingkat kecamatan dan kabupaten.
Hasyim menjelaskan bahwa formulir tersebut mencakup informasi tentang selisih suara, keterangan keberatan, dan tanda tangan saksi. Menurut dia, tindakan itu merupakan upaya KPU untuk bebicara di dalam persidangan.
“Jadi formulir D hasil di tingkat kecamtan sebanyak 7.277 kecamatan, kemudian formulir D hasil di tingkat kabupaten di 514 kabupaten kota dan form D hasil di 38 provinsi,” ujar Hasyim dalam keterangannya, usai sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung MK, Jumat, 5 April 2024.
Hasyim yakin bahwa Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pasti akan mempertimbangkan dalil dan bukti yang diajukan masing-masing pihak, termasuk jawaban KPU sebagai termohon serta alat bukti yang diajukan KPU.
Dalam keterangannya, Hasyim juga menyoroti bahwa hingga hari terakhir persidangan PHPU, pihaknya tidak menemukan kesalahan dalam perolehan suara yang menjadi sengketa.
Meskipun demikian, menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 473 ditentukan nama sengketa, yakni sebagai PHPU. Oleh karena itu, yang diperkarakan pemohon kepada termohon adalah perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
“Sampai dengan pemeriksaan terakhir hari ini, tidak sama sekali soal suara saya di TPS ini seharusnya sekian, tapi ditulis KPU sekian, tidak ada,” ungkap Hasyim.
Hasyim menegaskan, dalam Pasal 6A UUD 1945 telah didalilkan bahwa penentuan pemenang dalam Pilpres harus memenuhi syarat perolehan suara lebih dari 50 persen secara nasional dan menang di setidaknya 20 persen provinsi di Indonesia.
Kemudian Hasyim mempertanyakan mengapa pemohon tidak mengajukan dalil terkait selisih perolehan suara, yang seharusnya menjadi pokok gugatan dalam PHPU.
Pada sidang PHPU 5 April 2024, kehadiran empat menteri kabinet Presiden Jokowi menjadi agenda utama untuk bersaksi terkait dugaan politisasi bantuan sosial dalam perselisihan Pilpres 2024. Menteri yang dipanggil yakni Menkeu Sri Mulyani, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Mensos Tri Rismaharini.
Kehadiran para menteri di sidang PHPU telah diatur oleh keputusan Mahkamah karena keterangan mereka dianggap penting. Selain itu, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) juga dihadirkan untuk memberikan keterangan terkait dengan masalah bansos.
Pilihan editor: Kata Gibran soal Kesaksian 4 Menteri Jokowi di Sidang Sengketa Pilpres