"Usulan-usulan itu memang sudah dibahas juga dalam panja-panja yang ada di Baleg. Itu nanti tentu saja ke depannya akan kami coba lihat dulu, yang penting ini kan bagaimana kemudian undang-undang ini bisa berjalan dahulu seperti yang sudah menjadi amanat undang-undangnya, sehingga tidak melewati batas waktu yang ada," kata Puan.
Ibu Kota Legislatif Jadi Kekhususan Jakarta
Usulan menjadikan Jakarta sebagai ibu kota legislatif pertama kali muncul dalam Rapat Panja Baleg DPR yang dipimpin Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 15 Maret lalu. Salah seorang yang mengajukan usul Jakarta menjadi ibu kota legislatif adalah Hermanto.
"Bisa saja nanti ibu kota dibagi tiga kluster, ada ibu kota negara yang berkaitan dengan legislatif, ada ibu kota negara yang berkaitan eksekutif, ada ibu kota negara yang berkaitan dengan yudikatif, sehingga fungsi ibu kota negara itu memiliki optimalisasi dengan fungsinya masing-masing," tutur Hermanto.
Dia juga mengusulkan kekhususan yang melekat pada Jakarta adalah dengan menjadi ibu kota legislatif, setelah ibu kota negara pindah ke IKN. Sebaliknya, kata dia, IKN menjadi ibu kota negara eksekutif.
"Saya sarankan supaya kekhususan untuk DKI ini kita ambil saja dari fungsi legislatif karena bangunan DPR di sini ini lebih megah, lebih mewah, dibandingkan dengan bangunan legislatif di negara yang pernah kita kunjungi, sehingga kita konsentrasi ibu kota negara yang di IKN itu adalah ibu kota negara eksekutif," ujarnya.
Selain memberi kekhususan, Hermanto menilai dengan Jakarta tetap menjadi ibu kota legislatif maka masyarakat akan lebih efektif dan efisien dalam menyampaikan aspirasi ketimbang harus menyampaikan secara langsung ke IKN. Sebab, penduduk Indonesia saat ini mayoritas terkonsentrasi di Pulau Jawa.
DEFARA DHANYA PARAMITHA | ANTARA
Pilihan editor: Respons Hasto Soal Upaya PDIP Berkomunikasi dengan Khofifah Perihal Pilkada 2024