TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ dalam rapat paripurna DPR RI pada Kamis, 28 Maret 2024.
PKS menjadi satu-satunya fraksi yang menolak RUU DKJ. Sedangkan delapan fraksi lainnya, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, Demokrat, Nasdem, PAN, dan PPP menyetujui rancangan tersebut disahkan menjadi undang-undang.
Penolakan PKS disampaikan oleh anggota Fraksi PKS sekaligus anggota Badan Legislasi DPR, Hermanto, yang mengajukan interupsi setelah Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, melaporkan pembahasan RUU DKJ bersama pemerintah. Hermanto mengusulkan agar Jakarta tetap menjadi ibu kota legislatif.
Anggota Baleg DPR lainnya dari Fraksi PKS, Anshory Siregar, mengklaim pembahasan RUU DKJ terlalu terburu-buru serta tidak ada keterlibatan masyarakat dalam pembahasan RUU DKJ tersebut. Dia juga menyebut gedung DPR juga belum dibangun di Ibu Kota Nusantara (IKN).
“RUU ini dibahas tergesa-gesa, terburu-buru. Saya denger-denger gedung DPR (di IKN) belum dibangun, katanya dibangun pas dapat persetujuan DPR? Ini buru-buru sekali pimpinan,” ujar dia.
Alasan lainnya, Ansory melihat belum terlihat adanya kekhususan Jakarta di RUU DKJ. Menurut dia, seharusnya ada kekhususan yang diberikan kepada Jakarta jika menjadi daerah khusus, seperti Batam yang kini sudah menerapkan penghapusan pajak.
Sebelum DPR dan pemerintah menyepakati RUU DKJ dibawa ke rapat paripurna DPR, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan ada usul agar Jakarta secara khusus menjadi ibu kota legislatif setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara.
Salah seorang yang mengajukan usul Jakarta menjadi ibu kota legislatif adalah anggota Baleg DPR Hermanto dari Fraksi PKS. Dia mengusulkan agar ibu kota dibagi ke dalam tiga kluster, yakni ibu kota eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
"Bisa saja nanti ibu kota dibagi tiga kluster, ada ibu kota negara yang berkaitan dengan legislatif, ada ibu kota negara yang berkaitan eksekutif, ada ibu kota negara yang berkaitan dengan yudikatif, sehingga fungsi ibu kota negara itu memiliki optimalisasi dengan fungsinya masing-masing," kata dia saat rapat Panja RUU DKJ pada Jumat, 15 Maret 2024.
Dia juga mengusulkan kekhususan yang melekat pada Jakarta adalah dengan menjadi ibu kota legislatif, setelah ibu kota negara pindah ke IKN. Sebaliknya, kata dia, IKN menjadi ibu kota negara eksekutif.
Pengesahan RUU DKJ menjadi Undang-Undang telah diambil dalam agenda pengambilan keputusan tingkat II Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Gedung
DEFARA DHANYA PARAMITHA I EIBEN HEIZAR I SEPTO YUNUS
Pilihan Editor: RUU DKJ Disahkan, Gibran Bakal Punya Kewenangan Besar di Kawasan Aglomerasi?