TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Sutikno mengkritik Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono atas kebijakan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul atau KJMU yang menurut dia justru merugikan masyarakat dan mengurangi jumlah penerimanya. Sutikno membandingkan kebijakan Heru dengan kebijakan mantan Gubernur DKI Anies Baswedan yang dianggap lebih memprioritaskan pendidikan bagi para pelajar.
“Zaman Pak Anies enggak ada yang ngantri pangan begitu, lalu KJP, KJMU enggak ada masalah,” ujar Sutikno, dalam Rapat Kerja Komisi E DPRD DKI Jakarta perihal Evaluasi dan Penjelasan terkait Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024.
Anggota DPRD Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga mengutarakan kekecewaannya terhadap keputusan Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang tidak melibatkan DPRD dalam penerapan pemeringkatan kesejahteraan (Desil) dalam penyaluran KJMU. “Kami tidak paham dan tidak pernah diajak komunikasi atau dibagikan informasi dari Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan. Kalau menggunakan kebijakan karena keterbatasan anggaran, harus menggunakan desil, ya sampaikan ke dewan,” kata Sutikno.
Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan pemeringkatan kesejahteraan (Desil) untuk menentukan penerima KJP Plus dan KJMU. Sebagai rincian, Desil 1 yakni kategori penerima mencakup sangat miskin, Desil 2 yakni miskin, Desil 3 yakni hampir miskin serta Desil 4 yaitu rentan miskin. Sedangkan warga yang tergolong dalam desil 5 hingga 10 (kategori mampu) tidak memenuhi syarat untuk menerima bantuan sosial biaya pendidikan KJP Plus dan KJMU.
Menurut Sutikno, para pembuat kebijakan harus lebih sering berkoordinasi dengan lembaga legislatif jika menghadapi kendala terkait kebijakan dan anggaran. Jangan sampai, kata dia, membuat kebijakan tanpa memberikan informasi yang kurang lengkap dan menimbulkan keresahan masyarakat.
“Kami yang punya hak untuk masalah ke anggaran, karena kami adalah sebagai pelayan masyarakat,” kata Sutikno.
Sutikno juga menyarankan agar Disdik DKI Jakarta mengevaluasi penyaluran bantuan pendidikan kepada anak-anak, mengingat beberapa di antara mereka sudah menerima bantuan dari pemerintah pusat seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP). “Jadi, yang paling bagus termasuk KJP atau KJMU berdasarkan DTKS. Kalau yang sekilas sudah punya KIP jangan dikasih KJP, biar merata,” ujarnya.
Sutikno merinci, rapat APBD tahun sebelumnya, disebutkan bahwa jumlah yang terdaftar dalam DTKS mencapai 1,2 juta orang. Namun, anggaran KJP Plus hanya cukup untuk 800.000 orang, sehingga menyisakan sekitar 400.000 orang yang tidak mendapatkan bantuan pendidikan.
Di sisi lain, Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Purwosusilo, sebelumnya menjelaskan bahwa sebanyak 771 mahasiswa tidak memenuhi syarat dan harus dicoret sebagai penerima bantuan sosial KJMU tahap 1 tahun 2024 dari Pemprov DKI Jakarta. Setelah dilakukan pemadanan data, tersisa 18.271 mahasiswa sebagai penerima KJMU untuk tahap 1 tahun 2024.
Alasan ketidaksesuaian data ini termasuk tidak berdomisili di Jakarta, tidak terdaftar dalam DTKS, atau memiliki status keluarga yang tidak memenuhi syarat seperti menjadi anggota keluarga PNS, pegawai BUMN, atau anggota TNI atau Polri.
Pilihan Editor: DKI Coret 771 Mahasiswa dari Daftar Penerima KJMU Tahap 1 2024, Ini Alasannya