TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi dijadwalkan akan menyematkan pangkat istimewa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada hari ini, Rabu, 28 Februari 2024 di Gedung Ahmad Yani Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigjen Nugraha Gumelar menjelaskan mekanisme pemberian pangkat ini diajukan dari kementerian terkait ke TNI.
"Selanjutnya TNI mengusulkan ke presiden," kata Nugraha mengonfirmasi ini melalui pesan singkat kepada Tempo pada Selasa kemarin, 27 Februari 2024.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan kenaikan pangkat untuk Prabowo sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Dahnil mengatakan hal yang sama pernah diperoleh Susilo Bambang Yudhoyono, Luhut Pandjaitan hingga Hendropriyono.
"Pemberian jenderal penuh kepada Pak Prabowo didasarkan pada dedikasi dan kontribusi Pak Prabowo selama ini di dunia militer dan pertahanan," kata Dahnil melalui keterangan video pada Selasa, 27 Februari 2024. “Insyaallah besok (Rabu) Pak Prabowo akan menerima tanda kehormatan kenaikan pangkat tersebut di Mabes TNI.”
Rencana pemberian pangkat istimewa itu pun kemudian menuai pro dan kontra. Apa saja pro-kontra tersebut?
ISESS: Prabowo penuhi syarat dapat pangkat istimewa
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai Prabowo memiliki hak dan memenuhi syarat untuk mendapatkan pangkat istimewa tersebut.
Bahkan jika mengacu pada penganugerahan tanda kehormatan bintang militer utama (Bintang Yuda Dharma Utama dll) yang dilakukan pada 2022, lanjut Fahmi, mestinya penganugerahan pangkat istimewa itu sudah bisa dilakukan pada tahun itu juga.
Mengenai Prabowo tercatat pernah diberhentikan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) namun saat ini malah mendapat tanda kehormatan, menurut Fahmi, harus diingat bahwa semua prajurit yang memasuki masa pensiun atau harus mengakhiri dinas keprajuritan karena kondisi tertentu (berhalangan tetap, dipecat dan lain-lain), pasti akan mendapatkan keputusan pemberhentian dari dinas keprajuritan sebagai bentuk pengakhiran.
Menurutnya Fahmi, bentuknya ada dua, yakni pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dan tidak pernah diberhentikan secara tidak hormat (pemecatan).
"Faktanya, status Prabowo adalah diberhentikan dengan hormat. Karena itu dia juga tidak kehilangan hak dan kewajiban apapun yang berkaitan dengan statusnya sebagai prajurit TNI,” katanya.
Sedangkan soal pelanggaran HAM berat yang diduga dilakukan oleh Prabowo, Fahmi melihat, sejauh ini tidak ada fakta hukum dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan dan menghukum Prabowo sebagai pelaku pelanggaran HAM Berat.
"Selama hal itu tidak ada, tentu saja dia tidak bisa disebut demikian dan asas praduga tidak bersalah juga berlaku untuk Prabowo,” ujar Fahmi.
Selanjutnya: Pakar militer Beni Sukadis: Perlu dikaji ulang