TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Rektor Universitas Udayana Prof I Nyoman Gde Antara di vonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, dalam putusan sidang dugaan tindak pidana korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) mahasiswa baru jalur seleksi mandiri pada 2018/2019-2022/2023 di Universitas Udayana Kamis, 22 Februari 2024.
Putusan dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Agus Akhyudi bersama Hakim Anggota Putu Sudiariasih, Nelson, Gede Putra Astawa dan Seobakti di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali.
Dalam uraian Majelis Hakim, Prof. Antara tidak terbukti bersalah melanggar pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 65 KUHP sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
“Membebaskan terdakwa Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu subsider,” kata Majelis Hakim Agus Akhyudi sebagaimana dilansir dari Antara 22 Februari, 2024.
Putusan ini menjadi angin segar bagi Prof Antara setelah sebelumnya dituntut 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta dengan subsider tiga bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Kilas Balik
Kasus dugaan tindak pidan korupsi dana SPI mahasiswa baru jalur seleksi mandiri ini diungkap penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Bali sejak 24 Oktober 2022, hal ini merespon dari laporan terkait pungutan SPI di Universitas Udayana.
Berdasarkan hasil penyelidikan penyidik dari Kejaksaan Tinggi Bali kemudian menetapkan 4 tersangaka, 3 orang ditetapkan sejak 12 Februari 2023, yakni IKB, IMY, dan NPS. Sedangkan Rektor Udayana I Nyoman Gde Antara ditetapkan sebagai tersangka pada 8 maret 2023.
“Berdasarkan alat bukti yang ada, penyidik menemukan keterlibatan tersangka baru sehingga pada 8 maret 2023 penyidik pada Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan kembali 1 orang tersangka yaitu Prof. Dr. INGA,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Bali Agus Eka Sabana Putra di Denpasar, Bali, Senin, 13 Maret 2023.
Prof Antara ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli dan surat, serta alat bukti petunjuk. Eka mengatakan penyidik menyimpulkan Rektor Universitas Udayan diduga turut ambil bagian dalam tindak pidana Korupsi dana SPI mahasiswa baru seleksi jalur mandiri Universitas Udayana Tahun Akademik 2018 sampai tahun 2022.
Lebih lanjut, melansir dari Antara dalam persidangan terungkap bahwa pungutan SPI terhadap calon mahasiswa baru seleksi mandiri merupaka salah satu tarif yang semestinya di tetapkan dengan peraturan Menteri Keuangan. Namun SPI yan dipungut terdakwa tidak ditetapkan sebagai Tarif Layanan BLU Unud sebagaimana PMK 51/PMK.05/2015 dan PMK95/PMK.05/2022, melainkan hanya berdasar atas keputusan Rektor Unud.
JPU juga mengukapkan terdapat beberapa program studi yang tidak dikenakan SPI berdasarkan SK rektor namun tetap dipungut SPI dalam sistem pendaftaran pada website. JPU menilai terdakwa Prof Antara telah melakukan pengenaan SPI tidak berdasar dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Penerimaan Mahasiswa Seleksi Jalur Mandiri tahun akademik 2018/2019, 2019/2020 dan 2020/2021 serta dalam kapasistasnya selaku Rektor Unud tahun akademik 2022-2023.
Akumulasi pungutan SPI secara keseluruhan mencapai nominal RP274.570.092.691, termasuk di dalamnya 347 calon mahasiswa baru yang memilih program studi yang seharusnya tidak dikenakaan pungutan dengan total pungutan Rp4.002.252.200.
JPU menuturkan uang hasil pungutan SPI tersebut seharusnya digunakan untuk pembangunan sarana dan prasaran, namun dalam hal ini pungutan disimpan bukan dalam bentuk deposito sebagai investasi jangka pendek, dimana uang tersebut disimpan di rekening giro RPL 037 BLU Unud dicampur dengan pendapatan Unud lainnya dengan jangka waktu antara tiga sampai empat tahun pada bank mitra, dengan rincian Bank BTN Rp50 miliar, Bank BPD Bali Rp70 miliar, Bank Mandiri Rp30 miliar dan Bank BNI lebih dariRp100 miliar.
Sementara itu putusan hakim pada 22 Februari 2024 memberikan klimaks, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar menyatakan tidak menemukan adanya unsur pemaksaan dalam penarikan sumbangan pengembangan institusi (SPI) di Universitas Udayana oleh terdakwa.
Hal tersebut diungkapkan dalam amar putusan Majelis Hakim Agus Akhyudi dan kawan-kawan, majelis hakim berpandangan berbeda dengan JPU, menurut majelis hakim tindakan Prof Antara tidak terbukti secara sengaja dan melawan hukum melakukan pemaksaan kepada mahasiswa yang mendaftar di jalur mandiri, melainkan mahasiswa mendaftar secara sadar dan telah diketahui bahwa pendaftaran jalur mandiri pasti akan dikenakan uang sumbangan (SPI).
Ihwal pungutan liar, berdasarkan fakta persidangan dan ketentuan yang berlaku, pungutan SPI Unud mengacu pada Pasal 8 Peraturan Menristekdikti Nomor 39 Tahun 2017, sehingga pungutan SPI tersebut tidak bisa dikatakan pungutan liar.
“Bahwa terhadap adanya fakta mahasiswa yang membayar SPI di Program studi yang tidak seharusnya dipungut SPI menurut SK rektor, majelis hakim berpendapat oleh karena semua yang SPI yang dipungut tersebut masuk ke rekening remi Unud dan masih tersimpan sampai sekrang di rekening remis Unud maka pungutan tersebut bersifat kesalahan administrasi,” kata hakim melansir dari Antara, 22 Februari 2024.
Oleh karena itu Universitas Udayana dapat melakukan pengembalian uang kepada meraka yang tak seharusnya dipungut.
Hakim menyebut pengumuman nominal SPI yang terbit lebih dulu daripada dikeluarkannya SK rektor merupakan bentuk kesalahan administrasi yang menunjukan kacaunya mekanisme administrasi Unud dan bukan termasuk perbuatan melawan hukum secara pidana.
Selanjutnya, terhadap fakta pungutan SPI tidak dimuat dalam peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pungutan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Unud, majelis hakim berpendapat bahwa adanya PTN lain yang juga tidak mengatur SPI tetapi memungut SPI.
Hakim memutusakan dalam peraturan Menristekdikti Nomor 39 Tahun 2017 tersebut tidak tertulis aturan tentang kewajiban pungutan SPI harus dimuat dalam PMK sehingga pungutan SPI berdasarkan SK Rektor tidak bertentangan dengan hukum.
Oleh karena itu, hakim memutuskan berdasarkan fakta persidangan, Prof Antara tidak terbukti bersalah sehingga dibebaskan dari semua tuntutan Jaksa Penuntun Umum Kejaksaan Tinggi Bali. Hakim menilai dakwaan primer maupun subsider pertama, kedua, dan ketiga tidak dapat dibuktikan dalam persidangan, karena itu terdakwa Prof Antara dibebaskan dari semua dakwaan jaksa.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI I NAUFAL RIDHWAN
Pilihan Editor: Hakim Vonis Bebas Mantan Rektor Universitas Udayana di Kasus Dugaan Korupsi Dana Sumbangan