TEMPO.CO, Jakarta - Dosen di kelompok keahlian Sistem Kendali dan Sistem Komputer Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) Agung Harsoyo mendukung penilaian menyeluruh sekaligus perbaikan Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap karena bermasalah. Namun begitu dia tidak mendukung usulan penghentian Sirekap yang dipakai Komisi Pemilihan Umum atau KPU. “Ketika mengaudit itu bisa tidak mengganggu operasional Sirekap,” katanya Jumat, 16 Februari 2024.
Menurutnya ada lembaga resmi dan perusahaan yang bisa melakukan audit teknologi informasi. Jika mau dilakukan sekarang, kata Agung, auditnya tidak akan mengganggu Sirekap. Sementara jika Sirekap dihentikan, dia menilai upaya itu tidak baik. “Kalau sekarang dihentikan, nanti evaluasi kita tidak bisa maksimal dan bisa menambah kecurigaan baru kenapa dimatikan,” ujarnya.
Lagipula menurutnya, Sirekap hanya menjadi data kedua, sedangkan data valid Pemilu adalah yang laporan manual. KPU menurutnya akan diuntungkan jika Sirekap diteruskan. “Karena masyarakat ikut mengawasi, itu menurut saya lebih baik karena diawasi masyarakat Indonesia juga dunia,” ujar Agung.
Dia berharap KPU melakukan evaluasi Sirekap, kemudian mengumumkan apa yang sesungguhnya terjadi. “Dan tidak cukup minta maaf menurut saya. Tapi berikutnya apa yang dilakukan, diperbaiki, dari sisi aplikasi front end dan back end apa yang diperbaiki.”
Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui ada perbedaan hasil antara penghitungan suara sementara dari formulir C hasil Pemilu 2024 dari 2.325 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan tampilan perolehan suara di Sirekap. Karena masalah itu, Forum Komunikasi Calon Anggota Dewan Perwakikan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Jawa Barat misalnya, meminta KPU menghentikan sementara aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Suara atau Sirekap.
Alasannya menurut juru bicara forum itu Andri Perkasa Kantaprawira, karena informasi Sirekap telah memberikan informasi yang bisa jadi keliru. “Tentang siapa yang meraih empat besar calon anggota DPD RI Jawa Barat,” ujarnya Jumat, 16 Fabruari 2024. Menurutnya kekeliruan data yang terjadi di 2.325 TPS atau 0,64 persen merupakan pengakuan yang mengecil-ngecilkan masalah di tengah persoalan krusial tentang keabsahan proses dan hasil Pemilu.
Forum itu juga meminta agar KPU tetap mengotimalkan unggahan data-data hasil perolehan suara dari TPS sebagai hasil asli pilihan rakyat sampai 100 persen.
Pilihan Editor: Pakar ITB Beberkan Ragam Faktor Masalah Error Sirekap
.