TEMPO.CO, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan atau PPP menyatakan belum memutuskan sikap partai akan beroposisi atau bergabung dalam pemerintahan usai Pilpres 2024. Juru Bicara Ketua Umum PPP Mardiono, Imam Priyono, mengatakan partainya masih menunggu hasil hitung resmi dari Komisi Pemilihan Umum atau KPU atas Pilpres 2024.
“Setelah ada keputusan yang bulat baru kami akan bermusyawarah dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial,” kata Imam saat dihubungi pada Kamis, 15 Februari 2024. Meski demikian, Imam memastikan PPP saat ini masih dalam koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Diketahui, PPP dalam Pilpres 2024 mengusung calon presiden dan calon wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud Md., bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, Partai Hanura, dan Partai Perindo.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan partainya siap menjadi oposisi pemerintahan dan parlemen untuk menjalankan tugas check and balance. Hasto menyinggung periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kekuasaan yang terpusat memunculkan kemampuan untuk melakukan manipulasi, sehingga kekuasaan dan kritik dalam konteks kebijakan dan implementasinya dibutuhkan keseimbangan.
Berada di luar pemerintahan, kata Hasto, merupakan suatu tugas patriotik dan pernah dijalani PDI partainya pascapemilu 2004 dan 2009.
“Ketika PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan tahun 2004 dan 2009, kami banyak diapresiasi karena peran serta meningkatkan kualitas demokrasi. Bahkan, tugas di luar pemerintahan, suatu tugas yang patriotik bagi pembelaan kepentingan rakyat itu sendiri,” kata Hasto dalam acara Satu Meja di Kompas TV, pada Rabu, 14 Februari 2024, seperti dikutip dalam keterangan tertulis.
Selain itu, Hasto menyebut pada Pemilu 2009 terjadi manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), sehingga wakil rakyat di DPR membentuk hak angket. Ketika itu, kata Hasto, muncul suatu kesadaran perlindungan hak konstitusional warga negara untuk memilih, meskipun hal itu terjadi lagi saat Pemilu 2024.
Dia menilai banyak pemilih di luar negeri tidak bisa melaksanakan hak pilihnya karena faktor teknis administratif, sehingga perlawanan ini menyangkut hal yang fundamental.
“Kecurangan dari hulu ke hilir memang benar terjadi,” kata Hasto.
Kemudian, Hasto menyebut masyarakat saat ini sedang berhadapan dengan dua hal, yaitu pihak yang ingin menjadikan demokrasi sebagai kedaulatan rakyat tanpa intervensi dan pihak yang ingin berkuasa karena ambisi yang juga diawali dengan rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi.
“Karena apa pun yang terjadi dalam dinamika politik nasional kami punya kewajiban untuk menyampaikan apa yang terjadi kepada rakyat,” kata dia. .
Sementara itu, jalur ketiga yang akan ditempuh PDI Perjuangan, menurut Hasto adalah berjuang bersama gerakan masyarakat sipil prodemokrasi yang saat ini menurut Hasto jumlahnya lebih banyak dibanding pada Pemilu 2009.
“Polanya mirip, apalagi kalau dilihat begitu kaget dengan hasil quick count dengan apa yang terjadi dalam dua bulan ini karena terjadi gap, kami akan analisis,” kata Hasto.
Pilihan Editor: Ganjar Sebut Ada Kejanggalan Perolehan Suara di Pilpres 2024