3. Aksi Gejayan Memanggil 2020
Aksi Gejayan Memanggil kembali bergelora pada Kamis, 8 Oktober 2020. Kali ini, aksi yang digelar oleh kelompok yang menamakan diri Aliansi Rakyat Bergerak tersebut menyuarakan penolakan terhadap Undang-undang atau UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020.
“Eskalasi aksi meningkat dari Gejayan Memanggil menjadi Jogja Memanggil,” kata salah satu peserta aksi, Ardy Syihab kepada Tempo, Rabu malam, 7 Oktober 2020.
Ardy mengatakan aksi hari ini akan berlangsung di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta di Jalan Malioboro. Ini berbeda dari sebelum-sebelumnya manakala aksi digelar di Jalan Gejayan. Ardy mengatakan eskalasi dan tensi aksi hari ini akan lebih tinggi ketimbang aksi-aksi Gejayan Memanggil sebelumnya. Menurut dia, mereka menuntut agar UU Cipta Kerja dibatalkan.
“Kami buat mosi tidak percaya di kantor gubernur yang merupakan simbol kuasa di provinsi,” kata dia.
4. Aksi Gejayan Memanggil 2021
Aksi Gejayan Memanggil juga digelar pada 2021. Namun kali ini aksi protes bukan dilakukan dengan turun ke jalan. Aksi ditaja dengan membuat mural kritikan kepada penguasa di tembok-tembok pinggir jalan. Kegiatan itu dilakukan sebagai bentuk protes lantaran kepolisian gemar menghapus mural bernada kritik terhadap pemerintah.
Kepolisian mengecat ulang tembok-tembok yang menjadi kanvas karya seni jalanan itu serta mencari para seniman pembuatnya pada Juli hingga Agustus. Merespons fenomena tersebut, akun media sosial Gejayan Memanggil pun mengumumkan ‘Lomba Mural Dibungkam’. Karya yang dihapus aparat akan mendapat penilaian lebih dalam sayembara yang berlangsung pada 23 hingga 31 Agustus 2021.
“Perlombaan ini respons terhadap situasi makin reaktifnya aparat saat ini,” kata Humas Gejayan Memanggil yang meminta disebut sebagai Mimin Muralis, kepada Tempo pada Rabu malam, 25 Agustus 2021.
Mimin mengatakan, lomba ini menjadi ruang bagi masyarakat yang cemas dan marah dengan kebijakan pemerintah, khususnya dalam penanganan pandemi Covid-19 sekarang. Masyarakat, kata dia, berhak menyatakan ekspresi mereka atas persoalan yang dihadapi di tengah pagebluk ini. Mimin menyebut aparat tak semestinya bertindak sewenang-wenang menyikapi mural-mural yang mengkritik pemerintah.
Ia merujuk pada tindakan polisi mencari-cari pembuat mural, seperti yang terjadi terhadap pembuat mural Jokowi ‘404: Not Found’ dan ‘Tuhan Aku Lapar’ di Tangerang, Banten. Aparat sempat memburu pembuat mural ‘404: Not Found’ lantaran dinilai memuat penghinaan terhadap lambang negara. Menurut Mimin, ini menandakan ketidakpahaman aparat terhadap hukum, sebab presiden bukanlah lambang negara.
Sejak dimulai pada 23 Agustus 2021, Gejayan Memanggil menyebut ada lebih dari seratus foto karya mural yang dikirimkan ke mereka. Beberapa mural sengaja dibuat untuk ikut lomba, namun banyak juga yang memfoto mural di jalanan. Hampir semua mural dan seniman mural yang menyuarakan suara perlawanan diberikan penghargaan.
“Pada akhirnya negara akan terus berlomba membungkam kita, namun suara perlawanan akan terus bergema dan tembok-tembok yang menjadi saksinya akan terus berdiri tegak,” kata mereka.
Selanjutnya: Gejayan Memanggil 2024 kuliti rezim dan capres-cawapres