TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan komisioner KPU lainnya melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu.
Komisioner KPU dinilai bersalah lantaran menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada 25 Oktober 2023. Padahal ketika itu peraturan KPU masih mengharuskan usia minimal calon ialah 40 tahun.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membaca putusan di Gedung DKPP pada Senin, 5 Februari 2024.
Lantas, apakah putusan DKPP tersebut bisa membatalkan pencalonan Gibran?
Dalam putusannya, DKPP menegaskan bahwa pencalonan Gibran sebagai kandidat wakil presiden atau wapres tetap sah, kendati pun KPU terlambat mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Hal senada disampaikan pakar hukum tata negara Fahri Bachmid. Menurut dia, Gibran yang mendampingi Prabowo Subianto tetap sah dan konstitusional. Sebab, keputusan tersebut secara konstitusi tidak terpaut dengan Gibran. Sehingga status putra Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu sebagai cawapres tetap ‘legitimate’.
Problemnya, kata dia, adalah ihwal status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang diwajibkan untuk melaksanakan perintah pengadilan, yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. KPU dianggap tak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan Pemilu lantaran terlambat mengubah beleid baru.
“Artinya KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” kata Fahri dalam keterangannya, Selasa, 6 Februari 2024.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran juga menegaskan putusan DKPP kepada jajaran KPU tidak terkait dengan kedudukan hukum pencalonan Gibran sebagai wapres di Pemilu 2024. Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman menjelaskan putusan itu hanya menyasar pada dugaan pelanggaran etik dari Ketua KPU.
“Pasangan calon Prabowo-Gibran bukanlah terlapor, bukan juga turut terlapor dalam perkara (etik) ini, dan keputusan DKPP ini tidak menyebut pendaftaran Prabowo-Gibran menjadi tidak sah,” kata Habiburokhman saat jumpa pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Senin, 5 Februari 2024, seperti dilansir Antara.
Pihaknya kemudian membacakan bagian dalam putusan DKPP yang menyebut KPU telah menjalankan tugasnya sesuai perintah konstitusi dengan menerima pencalonan Gibran sebagai peserta Pemilu 2024. Justru, kata dia, jika Gibran tidak diberi kesempatan mendaftar, bisa melanggar hak konstitusi dengan sanksi lebih berat. “Intinya berdasarkan konstitusi pasangan Prabowo-Gibran tetap terdaftar,” kata Habiburokhman.
Di lain sisi, dilansir dari Koran Tempo edisi Selasa, 6 Februari 2024, sejumlah pihak menilai keputusan DKPP berpeluang membatalkan penetapan Gibran selaku cawapres. Putusan itu, kata pakar hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret, Agus Riewanto, memang hanya berdampak terhadap penyelenggara pemilu, bukan pada Gibran.
Namun, bisa jadi bukti guna menggugat penetapan pencalonan kandidat wapres yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Alasannya, pendaftaran Gibran bermasalah lantaran saat mendaftar belum cukup umur. Sebab aturan baru KPU belum dikeluarkan.
“Putusan DKPP ini, meski produk etik, bisa digunakan untuk pembatalan terhadap (pencalonan) Gibran,” katanya, Senin, 5 Februari 2024
Teranyar, gugatan ihwal pencalonan Gibran sebagai kandidat wapres dilayangkan ke PTUN Jakarta kemarin, Rabu, 7 Februari 2024. Penggugat adalah Advokat Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara).
Mereka menggugat Surat Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 tentang Penetapan Pasangan Capres-Cawapres 2024 sepanjang menyangkut Prabowo dan Gibran. Gibran disebut bermasalah secara hukum dan etika dalam memperoleh tiket cawapres dari KPU yaitu melalui perbuatan melanggar hukum dan melanggar etika.
“Menurut UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, (pendaftaran Gibran) dinyatakan sebagai perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah karena melanggar asas-asas umum pemerintahan,” ujar Koordinator TPDI Petrus Selestinus pada Rabu, 7 Februari 2025.
Dalam petitum gugatannya, Petrus meminta PTUN Jakarta menyatakan Ketua dan Anggota KPU terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka juga meminta majelis hakim menyatakan tidak sah dan batal Keputusan KPU tentang penetapan capres-cawapres sepanjang menyangkut Prabowo-Gibran.
Sebelumnya, KPU dilaporkan oleh sejumlah pihak karena diduga melakukan pembiaran terhadap Gibran Rakabuming Raka untuk mengikuti proses pencalonan sebagai kandidat wakil presiden tanpa mematuhi peraturan yang berlaku. Padahal saat itu peraturan KPU masih mengharuskan calon memiliki usia minimal 40 tahun.
Adapun empat laporan yang diajukan antara lain laporan Demas Brian Wicaksono dalam perkara bernomor Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Menurut para pelapor, Hasyim dan anggota KPU disebut tidak melakukan revisi peraturan setelah putusan MK yang membolehkan kandidat usia minimal 45 tahun tersebut. Perubahan persyaratan usia calon baru dilakukan oleh KPU setelah proses pendaftaran Gibran dimulai dan proses pencalonan Gibran tetap diakui sah.
Selain Hasyim, enam anggota KPU lainnya yang disanksi antara lain Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap. Atas putusan yang telah ditetapkan, DKPP menginstruksikan KPU untuk melaksanakan keputusan tersebut.
ANDIKA DWI | RIZKY DEWI AYU | NOVALI PANJI NUGROHO | KORAN TEMPO | ANTARA
Pilihan Editor: Apa Tanggapan Gibran dan TKN Prabowo-Gibran soal Putusan DKPP?