TEMPO.CO, Jakarta - Tanah menjadi salah objek yang berbagai kepentingan hadir di dalamnya. Alhasil, tak jarang praktik-praktik jahat karena rendahnya pengawasan dan kurangnya penegakan hukum muncul. Salah satunya berkaitan dengan mafia tanah.
Namun, apa itu sebenarnya mafia tanah dan bagaimana praktik tersebut melanggar hukum di Indonesia?
Dilansir dari salah satu artikel berjudul Mafia Tanah Menurut Kebijakan Undang-Undang Pertanahan (2020), disebutkan bahwa mafia tanah merupakan kejahatan pertanahan yang melibatkan sekelompok orang untuk memiliki ataupun menguasai tanah milik orang lain. Biasanya para pelaku menggunakan cara-cara yang terencana, rapi, dan sistematis.
Mafia tanah sendiri tidak bisa dipisahkan dari lemahnya perlindungan negara terhadap tanah warga negara dan sumber daya lainnya. Kewajiban negara dan legitimasi kepemilikan tanah oleh warga negara sendiri diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Peraturan tersebut mewajibkan negara untuk memberi rasa aman terhadap pemilik tanah.
Dilansir dari laman siplawfirm.id, terdapat berbagai modus para mafia tanah untuk mendapatkan lahan secara ilegal, seperti menggunakan surat hak-hak tanah yang dipalsukan, pemalsuan atau hilangnya warkah tanah, pemberian keterangan palsu, pemalsuan surat, jual beli fiktif, penipuan atau penggelapan, sewa menyewa, menggugat kepemilikan tanah, menguasai tanah dengan cara ilegal, KKN dengan aparat atau pejabat terkait, hingga merekayasa perkara di pengadilan.
Praktik mafia tanah telah menjadi perhatian dari Kementerian ATR/BPN. Pasalnya, praktik tersebut merupakan pelanggaran atau onrechtmatige daad yang masuk kategori kejahatan pidana. Selain itu, dalam KUHP Pasal 263 ayat (1) dan (2) juga menyebutkan terkait pemalsuan surat yang menimbulkan kerugian dapat dijatuhi hukuman pidana paling lama 6 tahun.
Salah satu upaya Kementerian ATR/BPN untuk memberantas mafia tanah adalah dengan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL. Program tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018.
Selain itu, pemerintah juga menjalankan strategi guna memberantas praktik mafia tanah dengan pelayanan elektronik hak tanggungan atau HT-el. Layanan ini meliputi pendaftaran hak tanggungan, roya, cessie, dan subrogasi. Kemudian terdapat juga layanan elektronik informasi pertanahan untuk zona nilai tanah (ZNT), surat keterangan pendaftaran tanah (SPKT), pengecekan sertifikat, serta modernisasi layanan permohonan surat keputusan pemberian hak atas tanah.
Korban penipuan mafia tanah, pemegang hak atas tanah, dan keluarganya dapat melakukan upaya hukum. Sebelum melakukan pelaporan ke kepolisian terdekat, korban disarankan untuk mengumpulkan seluruh berkas tanah dan menyusun kronologi kasus yang dialami. Setelah semua berkas dan kronologi lengkap, korban harus melaporkan kasus ke kepolisian terdekat.
Selain ke kepolisian terdekat, korban dapat melaporkan mafia tanah ke Kementerian ATR/BPN di Jakarta, melalui website http://www.lapor.go.id atau melalui hotline Whatsapp di 081110680000.
Pilihan editor: Alasan Menteri Hadi Tjahjanto Sebut Warga Bangka Belitung, Rentan Jadi Korban Mafia Tanah