TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 26 organisasi masyarakat sipil yang bergabung dalam Forum Cik Di Tiro – baik dari akademisi, aktivis, jurnalis – menggelar Kongres I Penyintas Rezim Presiden Jokowi di Yogyakarta, Senin, 15 Januari 2024.
Kongres dibuka di seberang jalan depan Kantor PP Muhammadiyah di Jalan Ahmad Dahlan. Tiga penyintas proyek strategis nasional (PSN) masa pemerintahan Jokowi – Susi Mulyani dari Wadon Wadas, Yusuf Bastiar dari Serikat Perempuan Kinasih dan Talabudin dari Wadas Melawan – mengawali dengan membacakan deklarasi Kongres Penyintas Rezim Jokowi secara bergantian.
Deklarasi berisi seruan kepada publik agar menempatkan kasus-kasus pelanggaran HAM sebagai pertimbangan dan sikap kritis warga negara dalam hajatan Pemilhan Presiden atau Pilpres 2024. Para penyintas berharap pelanggaran HAM yang telah terjadi dapat segera dituntaskan.
“Dan Pilpres menjadi pertimbangan untuk tidak memilih kandidat Presiden dan Wakil Presiden yang melakukan pelanggaran HAM atau membiarkan terjadinya pelanggaran HAM," kata Susi, warga Desa Wadas yang menjadi korban kebijakan PSN Bendungan Bener.
Kongres Penyintas juga menyerukan penguatan kembali prinsip-prinsip demokrasi, regenerasi kepemimpinan, pilpres yang jujur, adil, bebas nepotisme. Pemerintahan juga sepatutnya netral dan tidak mengintervensi penyelenggaraan Pemilu 2024. Kongres juga mengajak semua elemen masyarakat sipil untuk bersatu dalam jiwa, pikiran dan aksi untuk melawan tirani oligarki politik Jokowi yang melawan akal sehat publik.
“Kami meminta tokoh publik, pimpinan ormas, akademisi yang waras dan aktivis lintas sektor untuk bersama menyerukan penghentian rezim yang tamak kekuasaan ini, yang melanggar HAM, yang menerapkan politik dinasti,” kata Talabudin.
Peserta kongres mengenakan kostum serba hitam yang menjadi penanda kematian demokrasi. Kemudian mereka melakukan aksi long march menuju ke depan Istana Negara Gedung Agung di titik nol Malioboro Yogyakarta. Di sana dilakukan aksi tabur bunga oleh peserta aksi dan orasi di depan gerbang timur istana. Poster-poster bergambar wajah sosok yang ditutup dengan tulisan “Rezim Jokowi” diletakkan berjejer di bawah gerbang. Tiga papan bertuliskan “RIP Demokrasi” juga disertakan. Bunga-bunga mawar pun ditaburkan di atasnya.
Salah satu inisiator Forum Cik Di Tiro, Prof. Masduki menjelaskan, bahwa aksi tabur bunga itu adalah aksi keprihatinan atas demokrasi negeri ini yang tengah mengalami pembusukan. Bahkan pelakunya adalah bagian dari penguasa. Partai-partai politik sudah tak bisa diharapkan karena mengalami konflik kepentingan. Sementara perguruan tinggi sulit bersuara karena ada kontrol ketat dari penguasa.
“Yang mahal itu kebebasan berekspresi. Perguruan tinggi dan akademikus mengalami kematian nurani,” kata Masduki yang juga Guru Besar Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) itu saat diwawancara usai acara. Rencananya, Kongres Penyintas Rezim Jokowi juga akan digelar secara online agar bisa mencakup banyak penyintas dari berbagai daerah.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid yang turut hadir dan berorasi pun membenarkan, bahwa demokrasi di Indonesia telah mati. Menurut dia, ada tiga indikator yang bisa digunakan untuk mengukur kualitas demokrasi di Indonesia, yaitu kebebasan kritis di ruang publik, oposisi di parlemen, dan sistem pemilu dimana ketiganya bermasalah.
“Mudah-mudahan matinya demokrasi di Indonesia hanya sementara. Karena kami punya kekuatan gerakan masyarakat sipil, yang tidak didasarkan pada kekuatan materiil, tapi kekuatan ideologi, ideliasme,” kata Usman.
Selama rezim Jokowi berkuasa, menurut catatan Usman, gerakan masyarakat sipil berhasil membendung usaha rezim yang ingin memperpanjang periode kekuasaan. Juga berhasil untuk menggagalkan upaya rezim untuk menghapus sistem Pemilu langsung.
“Kekuatan masyarakat sipil masih punya daya tahan yang luar biasa,” kata Usman yang juga Ketua Bidang Studi dan Advokasi Kebijakan Publik Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2022-2027.
Pilihan Editor: Kata Ganjar dan Mahfud Md soal Kemungkinan Isu Wadas Dibahas di Debat Cawapres