TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditengarai menerima uang untuk memberikan fasilitas kepada para tahanan kasus korupsi yang mendekam di rumah tahanan (rutan) lembaganya. Temuan itu kali pertama diungkapkan oleh Dewan Pengawas atau Dewas KPK dan menyeret 93 pegawai KPK.
Agus Sunaryanto, Koordinator Indonesia Corruption Watch atau ICW, menyatakan bahwa KPK telah kehilangan figur yang baik dalam hal integritas. Pasalnya, mantan Ketua KPK, Firli Bahuri juga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. “Mantan Ketua KPK jadi tersangka korupsi dan dua lainnya (Alexander Marwata dan Nurul Gufron) sedang dilaporkan ke dewan pengawas,” katanya kepada Tempo, pada Senin, 15 Januari 2024.
Ia juga menambahkan bahwa kasus ini berdampak terhadap kepercayaan publik kepada lembaga antirasuah tersebut. Menurutnya, di beberapa survei kepercayaan publik terhadap KPK sudah menurun. “Kepercayaan publik runtuh terhadap KPK,” kata dia.
Agus mendorong adanya upaya pembenahan total terhadap KPK secara organisasi. KPK harus, katanya, mengembangkan risk assessment di seluruh unit, mulai dari Dewas, pimpinan, sampai ke level bawah. “Biar diketahui potensi penyimpangannya, kemudian mencari cara antisipasi atau mengatasinya,” kata Agus.
Sebagai informasi, anggota Dewas KPK, Albertina Ho menyatakan praktik pungutan liar yang ditemukan oleh pihaknya itu melibatkan nominal mencapai Rp 4 miliar terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022. "Ini murni temuan dewan pengawas, tidak ada pengaduan. Pungutan liar yang dilakukan terhadap para tahanan yang ditahan di rutan KPK," kata Albertina, Senin, 19 Juni 2023.
Kemudian, Dewas KPK akan melakukan sidang etik terhadap 93 pegawai KPK dalam dugaan pungutan liar atau pungli di Rutan KPK. Para Pegawai tersebut dinilai telah menyalahgunakan wewenang. “Banyak penyalahgunaan wewenang lah. Ada 93 yang disidangkan. Tapi tak bisa semua disidangkan sekaligus, akan dibagi menjadi beberapa kelompok,” kata Albertina di Gedung C1 KPK, Kamis, 11 Januari 2024
Menanggapi kasus ini, mantan ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap menyatakan terkejut lantaran jumlahnya yang sangat banyak dan menjadi komplotan yang merusak integritas, sistem, serta kebersihan KPK dari korupsi. “Perbuatan mereka yang menerima uang dari tahanan juga mengganggu penindakan KPK dalam menangani kasus korupsi,” katanya dalam keterangan tertulis, pada Sabtu, 13 Januari 2024.
Ia juga menghimbau agar Dewas dan KPK tegas dan jernih dalam memilah, serta memecat semua yang menjadi otak dalam kasus pungli ini. Kemudian, katanya, pidanakan juga yang terlibat aktif dalam pungli tersebut mulai dari aktor intelektualnya, yang membantu dan turut serta menikmati uang pungli secara sadar tanpa paksaan.
“KPK harus zero tolerance dan tidak ada ampun karena lebih baik memotong komplotan ini dari pada menjalar ke pegawai KPK yang lain, sekaligus sebagai efek jera agar tidak terulang lagi,” katanya.
Kejadian ini, bagi Yudi, menunjukan bahwa teori ikan busuk dari kepala benar. Pasalnya, ini bukan kali pertama anggota KPK terlibat kasus korupsi, sebelumnya pimpinan KPK juga terseret dugaan korupsi.
Ia pun menambahkan bahwa kasus ini menjadi momentum bersih-bersih KPK dari segala tindakan pegawai maupun pimpinannya yang bukan saja melanggar etik, tetapi juga melakukan perbuatan pidana. “KPK bisa bersih bersih dan memperbaiki sistem antikorupsi di tubuhnya sendiri,” kata Yudi.
MICHELLE GABRIELA | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | BAGUS PRIBADI
Pilihan Editor: Periksa 169 Orang Soal Pungli di Rutan KPK, Dewas Sebut Penerimaan Uang Capai Rp 61 Miliar