TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi mencatat sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebanyak 827 warga negara mengalami kriminalisasi dan kekerasan. Adapun 145 orang ditangkap, 28 orang tersangka, 620 orang mengalami luka-luka akibat kekerasan aparat. Dan enam orang meninggal.
“Bukan hanya kriminalisasi dan kekerasan yang dialami oleh rakyat, krisis politik menyebabkan bencana ekologis serta krisis iklim,” kata Direktur Nasional Walhi Zenzi Suhadi, dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 Januari 2024.
Menurut catatan Walhi, dari tahun 2015 hingga 2022, Indonesia mengalami puluhan ribu bencana yang 90 persen di antaranya merupakan bencana ekologis.
Menurut Zenzi, alih-alih menangani krisis iklim dengan mengurangi secara drastis pelepasan emisi, justru pemerintah menyelenggarakan serangkaian “solusi palsu” penanganan iklim seperti perdagangan karbon, carbon capture storage (CCS), hilirisasi nikel dan program transisi palsu energi lainnya.
Dia menyatakan krisis ekologis ini juga mengancam keselamatan rakyat di Sumatera. Walhi mencatat Pulau Sumatera telah dibebani oleh izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit seluas 2.326.417 hektar. Sedangkan luasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) mencapai 2.434.661 hektar. Luas izin di sektor kehutanan mencapai 5.670.700 hektar.
Zenzi menjelaskan, eksploitasi Pulau Sumatera itu mengakibatkan seluas 119.626 hektar deforestasi hutan di Sumatera dan setidaknya seluas 141.522 hektar hutan dan lahan gambut di Sumatera terbakar di sepanjang 2023. Bukan hanya karhutla, bencana ekologis, kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS), konflik agraria, proyek-proyek strategis nasional, serta kriminalisasi rakyat.
Sejumlah persoalan itu, dia menuturkan, menjadi bukti gagalnya pengurus negara melindungi rakyat dan lingkungan di Sumatera. “Tantangan pada tahun ini tentu lebih keras dan berat. Kontestasi elektoral membuat kerentanan meningkat,” ujar Zenzi.
Menurutnya, tiga kali debat kandidat calon presiden dan calon wakil presiden atau capres-cawapres telah berlangsung, belum ada kandidat yang memperlihatkan gagasan dan komitmen mengenai perlindungan dan pemulihan lingkungan di Indonesia.
Dia menilai, ketiga pasangan capres-cawapres secara gamblang menunjukkan keberpihakan pada paradigma ekonomi yang bertumpu pada sektor ekstraktif seperti perkebunan dan pertambangan.
“Selain tidak banyak gagasan-gagasan baru untuk memulihkan krisis dan menjamin keadilan ekologis, para kandidat beserta tim pemenangannya lebih fokus menemukan dukungan logistik, mengobral janji, dan saling berebut suara rakyat,” ujar dia.
Pasca-Pemilu 2024, dia mengatakan terdapat ruang transisi yang cukup panjang. Ruang yang berpotensi disalahgunakan untuk menancapkan landasan investasi. “Asumsi ini tentu berdasar, karena publikasi WALHI pada 2019 dan 2022 menunjukkan tahun jelang dan pasca Pemilu merupakan ruang pertumbuhan izin paling tinggi,” katanya.
Atas sejumlah problem tersebut, Walhi Region Sumatera mendesakkan beberapa agenda politik lingkungan yang harus menjadi agenda utama bagi para kandidat yang berkontestasi, dan presiden terpilih di Pemilu 2024.
Pertama, menjadikan agenda evaluasi seluruh perizinan yang saat ini berada di kawasan lindung, kawasan konservasi, kawasan ekosistem esensial dan wilayah Kelola rakyat.
Kedua, membentuk peradilan khusus (ad hoc) kejahatan lingkungan hidup dan menyelesaikan seluruh kasus-kasus lingkungan hidup dan pelanggaran hak asasi manusia. “Menjadikan agenda pengakuan dan perlindungan wilayah Kelola rakyat baik di darat ataupun pesisir Indonesia menjadi agenda utama,” kata dia, dalam rumusan tuntutan ketiga.
Keempat, menghentikan proyek-proyek pembangunan yang rakus ruang dan mengeksekusi rakyat dari ruang hidupnya. Kelima, menjadikan pengetahuan dan praktik lokal masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai dasar aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Keenam, menata ulang tata ruang wilayah berorientasi pada keadilan ekologis dan mitigasi bencana. “Presiden terpilih berkomitmen dan menjalankan pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja,” ucap dia.
Pilihan Editor: Petani Desa Pakel Banyuwangi Desak Hakim PT Surabaya Bebaskan 3 Rekan Mereka yang Dikriminalisasi