TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik, menolak mengomentari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK, yang mengungkap transaksi mencurigakan yang dilakukan calon legislatif yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2024.
"Kami tidak memiliki kapasitas mengomentari sesuatu yang memang tidak berkaitan atau diatur dalam Undang-Undang Pemilu. UU Pemilu hanya mengatur tentang Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK)," kata Idham, seusai uji publik tiga Rancangan Peraturan KPU, Kamis, 11 Januari 2024.
Dia bungkam saat ditanya soal temuan PPATK itu berhubungan dengan modus menyamarkan aktivitas kampanye oleh para caleg. Adapun PPATK Pusat Pelaporan mengungkap transaksi mencurigakan dilakukan kandidat legislatif yang sudah ada dalam DCT.
Dalam temuan PPATK Sepanjang tahun 2022-2023, total transaksi mencurigakan dari 100 caleg dalam DCT mencapai Rp 51,47 triliun. “Laporan mencurigakan sendiri terhadap 100 DCT, ini kita ambil 100 terbesarnya ya terhadap 100 DCT itu nilainya Rp 51.475.886.106.483," kata dia.
Menurut Ketua PPATK Ivan Yustiavandana, lembaga ini melihat adanya penarikan duit oleh 100 DCT sebesar Rp 34.016.767.980.872. Hal itu disampaikan Ivan dalam agenda Refleksi Kerja PPATK Tahun 2023 di Jakarta Pusat.
Selain itu, Idham hanya berkomentar soal Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) pada 7 Januari 2024. Dia mengatakan bahwa peserta Pemilu 2024 yang tidak LADK kepesertaannya akan dibatalkan atau didiskualifikasi dari peserta pemilu.
"LKDK hanya diperuntukkan khusus peserta pemilu," kata Idham, seusai uji publik tiga Rancangan Peraturan KPU.
Menurut dia, para paslon yang terlibat dalam pemilihan ini, harus memenuhi syarat laporan itu. "Ada pasangan capres-cawapres, ada partai politik, dan ada peseorangan, dalam hal ini calon DPD (Dewan Perwakilan Daerah)," tutur dia.
Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melaporkan dana kampanye sebesar Rp 180 ribu. Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Rahmat Bagja mengatakan pengeluaran LADK PSI berjumlah hanya Rp180 ribu harus dicek kembali. "Ya itu harus dicek kenapa yang bersangkutan demikian," kata Bagja, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 10 Januari 2024.
Pilihan Editor: PPATK Ungkap Transaksi Mencurigakan Caleg Pemilu 2024 Capai Rp 51 Triliun