TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengapresiasi tawaran kontrak politik dari keluarga penghilangan paksa 1997-1998 kepada calon presiden dan calon wakil presiden terpilih pada Pilpres 2024. Menurut Usman, kontrak politik itu merupakan inisiatif signifikan dalam konteks penegakan Hak Asasi Manusia.
“Patut diperhatikan oleh setiap pasangan calon. Kontrak politik yang ditawarkan tersebut juga sejalan dengan agenda HAM Amnesty International Indonesia, di antaranya adalah memastikan akuntabilitas atas pelanggaran HAM oleh aparat keamanan dan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat,” kata Usman dalam keterangan tertulis pada Kamis, 11 Januari 2024.
Dalam masa kampanye ini, Usman mengatakan pasangan calon harus dapat melihat kontak politik ini sebagai peluang dan memperlihatkan tekad mereka untuk menegakkan HAM ke para calon pemilih. Dia menyayangkan kalau kontrak politik ini diabaikan.
“Maka sangat disayangkan bila kontrak politik ini tidak ditanggapi serius oleh para paslon, karena penegakan HAM bukanlah pilihan yang bisa dikesampingkan hanya demi kepentingan politik, melainkan sebuah tanggung jawab moral dan konstitusional yang harus dijalankan oleh setiap pemimpin dan komitmen ini yang harus ditunjukkan oleh para paslon,” kata dia.
Kondisi itu menurut Usman penting karena saat ini masih terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pejabat atau aparat keamanan negara. Lebih dari itu, Usman mengatakan pelanggaran itu justru dibiarkan.
“Impunitas atas pejabat maupun aparat negara yang terindikasi melakukan pelanggaran HAM di beberapa kasus masih dipelihara. Begitu pula kritik dijawab dengan pembungkaman, dihadapi dengan penggunaan kekuatan berlebih dari aparat negara. Maka menjadikan HAM sebagai agenda utama adalah kewajiban,” kata Usman.
Keluarga korban pelanggaran HAM berat dalam kasus penculikan aktivis tahun 1997-1998 menyatakan akan menawarkan kontrak politik dengan ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024.
"Kami akan menyurati tim pemenangan nasional untuk bertemu kandidat. Kemudian kapan bisa bertemu dan kami menyodorkan kontrak politiknya," kata Paian Siahan, ayah Ucok Munandar Siahaan, kepada Tempo, Kamis, 21 Desember 2023. Ucok adalah aktivis yang diculik oleh Tim Mawar Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Menurut Paian, dalam naskah kontrak itu para keluarga korban penghilangan paksa akan meminta para capres-cawapres menandatangani surat yang berisi komitmen penuntasan kasus HAM berat itu. "Bisa enggak menyelesaikan ini bila Anda terpilih, gitu," tutur dia, menceritakan rencana isi kontrak politik tersebut.
Ucok diketahui diculik pada 14 Mei 1998. Ia menghilang di waktu yang bersamaan dengan Hendra Hambali. Dia terakhir diketahui keberadaannya pergi ke Mall Ramayana, Ciputat, untuk melihat peristiwa penjarahan dan pembakaran. Sedangkan Hendra Hambali dilihat tetangganya di Glodok Plaza.
Adapun perjanjian itu digagas berdasarkan dugaan keluarga korban bahwa visi misi para capres ini belum menjelaskan detail tentang penyelesaian kasus HAM berat itu. "Biar tidak ngambang kayak Pak Jokowi dulu, yang ternyata kan tidak terlaksana," kata dia. Padahal, menurut Paian, dalam Nawa Cita Presiden Joko Widodo tercantum poin penyelesaian kasus HAM berat.
ADIL AL HASAN, IHSAN RELIUBUN, YUDA EKA
Pilihan Editor: Koalisi Sipil Soroti Kemunduran Demokrasi Era Jokowi: Oligarki, Pengabaian HAM hingga Masalah Pemilu 2024