TEMPO.CO, Jakarta - KPK masih optimistis dapat membawa buronan korupsi Harun Masiku ke jeruji besi. Meskipun sampai saat ini belum ada kejelasan soal keberadaan politikus PDIP tersebut.
Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, upaya yang tengah dilakukan KPK saat ini selain melakukan pencarian, juga mendalami keterangan dari orang-orang terdekat Harun Masiku. Salah satunya eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Wahyu dipanggil KPK pada Kamis, 28 Desember 2023 lalu. Terpidana korupsi yang telah bebas bersyarat setelah tiga tahun dipenjara itu merupakan penerima suap dari Harun Masiku.
"Wahyu didalami pengetahuannya terkait pendalaman informasi keberadaan tersangka HM," kata Ali dikonfirmasi Tempo, Selasa 2 Januari 2024.
Namun begitu, Ali mengatakan, pihaknya belum dapat menjelaskan secara detil terkait upaya KPK mencari Harun Masiku. "Secara teknis tidak akan KPK buka di ruang publik terkait pencarian para DPO KPK," kata Ali.
Dikonfirmasi terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menduga kalau Harun Masiku telah meninggal. Dugaannya itu didasari karena sulitnya aparat penegak hukum yang mencari keberadaannya.
"Asumsi dan analisa saya dia (Harun Masiku) sudah meninggal," kata Boyamin saat dikonfirmasi Tempo.
Boyamin mengatakan, dugaannya itu didasari oleh fakta bahwa Harun Masiku bukanlah orang berduit yang mampu bersembunyi berlama-lama. Selain itu, juga Boyamin mengaku, dirinya telah mendapatkan informasi dari orang lain soal kabar meninggalnya Harun Masiku.
"Kalau dia masih hidup mestinya gampang ketangkep. Dengan tidak tertangkapnya hingga saat ini maka menurut saya dia sudah meninggal. Ada (juga) orang yang menyampaikan ke saya, tapi memang saya belum punya buktinya," kata Boyamin.
Harun Masiku menghilang sejak KPK melakukan operasi tangkap tangan alias OTT pada 8 Januari 2020 silam. Saat itu dia diisukan kabur ke luar negeri.
Penelusuran Tempo mengungkap Harun memang ke Singapura pada Senin, 6 Januari 2020. Namun Harun hanya sehari di Negeri Singa itu. Pada Selasa sore, 7 Januari, dia sudah berada di Tanah Air. Dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, tersangka korupsi itu langsung menuju apartemennya, Thamrin Residence.
Paginya, Rabu, 8 Januari, pegawai hotel melihat Harun keluar dari lift apartemen sambil menggeret satu koper. Artinya, saat OTT oleh KPK, koruptor itu tak di luar negeri. Tetapi temuan Tempo getol dibantah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Namun akhirnya mereka mengakui Harun sudah pulang ke Indonesia. Imigrasi beralasan ada kesalahan sistem di bandara sehingga tak terlacak. KPK lantas memasukkan kader PDIP sebagai daftar buronan pada 29 Januari.
Kasus korupsi ini bermula ketika calon legislator atau caleg PDIP dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal tiga pekan sebelum pencoblosan pada 2019. Nazarudin merupakan caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak di Dapil itu. Sesuai Undang-undang Pemilu, pengganti caleg meninggal adalah caleg peraih suara terbanyak berikutnya, yakni Riezky Aprilia.
Namun PDIP meminta KPU menggantinya dengan calon pilihan partai yakni Harun Masiku, peraih suara urutan kelima. Untuk memuluskannya, kader banteng itu melobi komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Meski permohonan itu berakhir kandas pada 7 Januari 2020, besel telah dicairkan. Setelah memastikan aliran uang, Komisi Pemberantasan Korupsi bergegas menggulung Wahyu dan sejumlah orang dalam operasi tangkap tangan atau OTT pada Rabu, 8 Januari 2020.
Pilihan Editor: Soal Instruksi Megawati, Politikus PDIP Bilang Supaya Suasana Pileg seperti Pilpres