TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera atau PKS merespons polemik antara Sudirman Said dan Ahmad Ali. PKS membantah adanya keretakan di antara Koalisi Perubahan yang mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
"Enggak. Jadi begini, masalah SS dan Ahmad Ali, dalam politik kan kita enggak bisa tidak berkomunikasi. Nah, itu aja sih poinnya bahwa (menurut) Pak Sudirman Said, tidak bisa kita enggak berkomunikasi," kata juru bicara PKS Ahmad Mabruri, kepada Tempo melalui sambungan telepon, Senin, 1 Januari 2024.
Penyampaian Mabruri itu menanggapi adanya perseteruan antara Sudirman, co captain Tim Nasional Anies-Muahimin (Timnas AMIN) dan Ali, Pelatih Kepala Timnas Anies-Muhaimin atau Amin. Keduanya berbeda pandangan tentang menjalin komunikasi dengan tim calon presiden lainnya.
Perbedaan pendapat itu memunculkan isu adanya keretakan di pucuk pimpinan Timnas Amin. Hal ini berkaitan dengan hubungan membangun komunikasi dengan kubu calon presiden lain dalam kontestasi Pemilu 2024. Adapun kubu Sudirman mendukung peluang Anies dapat berkomunikasi dengan kubu capres lain. Kubu Ali menentang alias memilih menutup peluang komunikasi dengan calon lain.
Sebelumnya, dalam rilis resminya, Sudirman, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengaku tidak paham kenapa sikap Ahmad Ali yang menjabat Pelatih Kepala Timnas Amin seperti anomali. Sudirman mengatakan tidak yakin bahwa ucapan dan tindakan Ali mewakili sikap dan kebijakan partai.
Menurut Mabruri, dalam pendapat Sudirman Said komunikasi dengan capres lain itu harus dibangun sejak sekarang. "Bukan last minutes karena kalau di akhir baru berkomunikasi itu bisa lain cerita," ujar dia. Dia menuturkan perbedaan pendapat itu hanya miskomunikasi. Ahmad Ali, Wakil Ketua Umum NasDem, kata dia, sudah meminta maaf dalam pernyataannya yang terakhir.
Mabruri mengatakan polemik itu hal biasa. Dalam soal strategi pemenangan, setiap orang bisa memiliki pendapat berbeda-beda. "Ada yang mau A, ada yang mau B," kata dia. Membicarakan strategi pemenangan untuk Anies-Muhaimin, Mabruri mengatakan dalam survei yang dipantau koalisi, pemilihan presiden atau Pilpres 2024 dua putaran.
Sehingga, jika pemilihan kandidat presiden berlangsung dua putaran, maka yang perlu dilihat, menurut Mabruri, adalah komunikasi dan strategi koalisi antara pemenang dan pasangan lain yang tersingkir. Sehingga Sudirman berpendapat, kata dia, sangat penting mengajak capres lain berkomunikasi. "Jadi tidak ada perbedaan tajam. Cuma miskomunikasi," ujar dia.
Selanjutnya, dia mengatakan Ali pun sudah menyampaikan permintaan maaf supaya polemik itu tidak berlarut di media. "Pak Ali juga sudah minta maaf, oke supaya kita tidak ribut di media," tutur Mabruri menirukan ucapan Ali. "Amin tetap solid."
Adanya tiga pasangan capres-cawapres akan bertarung di Pilpres 2024 itu, menurut Mabruri, PKS berpendapat komunikasi itu perlu dibangun dengan ketiga tim capres tersebut. "Beda dengan Pilpres 2019 yang cuma dua pasangan, itu kan orang melihatnya seakan tersekat, kalau enggak A, ya B," katanya.
Dengan adanya tiga pasangan itu, PKS berpandangan komunikasi dengan ketiga tim pasangan itu harus terbangun secara baik. Alasannya, setelah Pilpres 2024 akan dilanjutkan dengan pemilihan kepala daerah. "Jadi kita ini tidak mungkin tidak berkomunikasi," ucap Mabruri.
Ketua Pemenangan Pemilu Partai NasDem Sugeng Suparwoto menjelaskan, perbedaan pendapat Sudirman dan Ali. Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan Ali menginginkan jika ingin berkomunikasi dengan capres lain perlu ada komunikasi di dalam internal koalisi lebih dulu. "Mungkin dibahas dulu secara bersamaan," kata dia, dalam sambungan telepon, Senin, 1 Januari 2024.
Sebaliknya, dari pandangan Sudirman, Sugeng beranggapan komunikasi itu hal biasa. Siapa pun boleh berkomunikasi dengan siapa saja. "Kenapa? Karena kita ini berkompetisi dalam harmoni. Kalau belum terkomunikasikan, ya enggak apa-apa, kan di situ aja perbedaan cara pandang." ucap Sugeng, anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu. "Enggak ada yang sifatnya prinsip."
Pilihan Editor: Jokowi Disebut Marah Saat KPK Usut Kasus Korupsi E-KTP, Berikut Deretan Kemarahan Jokowi Lainnya