TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu Pusat, Rahmat Bagja, merespons surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK. Surat itu berisi temuan tentang dana kampanye Pilpres 2024 dan Pemilu 2024 terindikasi berasal dari tambang ilegal dan sumber lainnya, seperti penyalahgunaan fasilitas pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Surat tersebut sudah diterima Bawaslu pada 12 Desember 2023 dan isu beredar mengenainya spesifik menyebut nama Koperasi Garudayaksa Nusantara. "Kami pastikan bahwa dalam laporan PPATK tidak ada penyebutan hal demikian," kata Rahmat kepada wartawan di kantor Bawaslu, Selasa 19 Desember 2023.
Rahmat mengarahkan wartawan supaya mencari informasi tentang dugaan adanya nama Garudayaksa dalam surat PPATK ke sumber lain. Versi dia kukuh menyatakan laporan PPATK tidak merincikan adanya keterlibatan Garudayaksa. "Jadi, tolong dicari ke sumber awalnya karena di laporan itu tidak ada," tutur Rahmat.
Rahmat mengatakan sudah berkoordinasi dengan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana tentang dugaan keterlibatan Garudayaksa dalam dana kampanye satu pasangan capres-cawapres. Namun, menurut Rahmat, Ivan mengakui tidak ada keterlibatan Garudayaksa.
"Maka itu tadi saya sampaikan koordinasi dengan Pak Kepala PPATK, kami memastikan kembali isu beredar. Apakah benar dari PPATK (menemukan keterlibatan Garudayaksa) tersebut, rupanya tidak benar," ujarnya.
Rahmat mengulangi mempersilakan menanyakan informasi tersebut kepada orang yang pertama kali mengeluarkan informasi tentang keterlibatan koperasi tersebut. "Karena di PPATK sendiri tidak ada laporan tersebut," kata Rahmat.
Nama Koperasi Garudayaksa dikaitkan dengan penyalahgunaan fasilitas pinjaman BPR di salah satu daerah Jawa Tengah. Pencairan pinjaman yang seharusnya digunakan untuk modal kerja debitur-debitur diduga digunakan untuk kepentingan simpatisan partai berinisial MIA.
Dalam analisis PPATK, selama 2022-2023, total pencairan dari BPR di salah satu daerah di Jawa Tengah ke rekening 27 debitur mencapai Rp 102-an miliar. Dari pencairan pinjaman itu, pada waktu bersamaan atau berdekatan dilakukan penarikan tunai. Duit itu lalu disetorkan kembali ke rekening simpatisan partai, MIA. MIA diduga sebagai pihak pengendali atas dana pinjaman tersebut.
Menurut penegak hukum, total dana yang masuk ke rekening MIA yang bersumber dari pencairan kredit mencapai Rp 94 miliar. Dari rekening MIA, dana-dana itu dipindahkan kembali ke beberapa perusahaan seperti PT BMG, PT PHN, PT BMG, PT NBM, beberapa individu, serta diduga ada yang mengalir ke Koperasi Garudayaksa Nusantara.
Beberapa perusahaan yang menerima aliran dana pinjaman melalui rekening MIA itu di antaranya juga terafiliasi dengan Koperasi Garudayaksa Nusantara.
Ketua Gerindra Jawa Tengah sekaligus Sekretaris Umum Garudayaksa Nusantara, Sudaryono, menampik informasi tersebut. "Itu adalah fitnah yang sangat serius jika dikatakan Koperasi Garudayaksa Nusantara dan PT Boga Halal Nusantara serta PT Panganjaya Halal Nusantara menerima aliran dana dari BPR Jepara Artha," ujarnya.
Dia juga mengaku tak mengenal 27 debitur yang melakukan pinjaman di BPR Bank Jepara Artha. "Bahkan saya tidak tahu kantornya di mana. Jadi koperasi kami tidak menerima aliran dana dari BPR Jepara Artha," kata Sudaryono.
Pilihan Editor: Pemprov DKI Dukung Jakpro Libatkan Polisi di Konflik Kampung Susun Bayam Warisan Anies