TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset menjadi isu yang dibahas dalam debat capres pertama pada Selasa malam, 12 Desember 2023. Namun Transparency International Indonesia (TII) menilai tidak ada pembahasan serius soal komitmen untuk mengesahkan RUU tersebut. “Tidak ada paslon yang menawarkan strategi agar RUU Perampasan Aset disahkan dan bagaimana cara mengesahkan,” kata peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 11 Desember 2023.
Menurut Alvin, ketiga capres juga tidak ada yang membahas pencucian uang dan cara untuk menaikkan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Selain itu, kata Alvin, tak ada pula capres yang berbicara lantang soal independensi KPK beserta permasalahannya akhir-akhir ini. “Padahal 5 tahun terakhir dilihat dari kasus TPPU yang ada sekitar Rp 26 ribu triliun uang negara hilang dan yang kembali hanya 10 persen, artinya ada kendala di proses pengembalian. Dan RUU PA bukan obat jitu untuk menyelesaikan semua itu,” ujarnya.
Lantas, bagaimana kabar terakhir RUU Perampasan Aset?
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan RUU Perampasan Aset penting untuk segera diselesaikan. Menurut dia, aturan ini merupakan mekanisme untuk pengembalian kerugian negara. “Saya harap pemerintah, DPR dapat segera membahas dan menyelesaikan,” kata dia saat membuka acara Hari Antikorupsi Sedunia dengan tema ‘Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju’ pada Selasa, 12 Desember 2023, di Istora Senayan, Jakarta.
RUU Perampasan Aset sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Presiden Jokowi sebelumnya telah menugaskan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menjadi wakil Pemerintah dalam pembahasan bersama DPR RI.
Surat Presiden atau Supres untuk RUU Perampasan Aset telah diserahkan ke DPR pada 4 Mei 2023. Dikutip dari Koran Tempo edisi Senin, 12 Juni 2023, untuk pembahasan RUU Perampasan Aset sejatinya telah disodorkan ke DPR pada 4 Mei lalu. DPR lantas berjanji membahasnya setelah masa reses berakhir dan memasuki masa sidang pada 15 Mei 2023.
Mahfud Md mengatakan pemerintah menargetkan RUU Perampasan Aset dapat disahkan pada Juni 2023. Namun, dalam pidato pembukaan masa sidang V 2022-2023 tidak disebutkan rancangan ini akan dibahas. Alasannya, menurut Ketua DPR Puan Maharani, Surpres untuk pembahasan RUU tersebut perlu dikaji lebih dulu. “Dalam pembukaan pidato Ketua DPR di masa sidang tidak dibacakan karena belum masuk mekanisme,” ujar Puan pada Selasa, 16 Mei lalu.
Ketua Komisi III Bidang Hukum DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul sebelumnya mengatakan pimpinan DPR dan pemimpin fraksi sudah menerima serta sedang mengkaji draf beserta naskah akademik RUU PA. Pembahasan kemudian direncanakan masuk ke Bamus sebelum dibacakan di rapat paripurna. Bambang pada Kamis, 25 Mei 2023, mengatakan di Bamus ini akan ditentukan alat kelengkapan Dewan. "Apakah bentuk panitia khusus, Komisi III, atau panitia kerja atau panja,” katanya.
Namun, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul ani mengatakan, meski ditargetkan Mahfud Md rampung pada Juni 2023, hingga akhir Mei Komisi belum membahas RUU tersebut. Pembahasan menunggu penunjukan dari pimpinan DPR. “Karena kan belum pasti. Bisa bentuknya pansus, ke Komisi III, atau ke Baleg,” kata Arsul.
Sejumlah pokok pembahasan RUU Perampasan Aset dikabarkan belum pasti. Salah satunya mengenai lembaga mana yang akan mengelola aset hasil rampasan. Namun disebut ada tiga lembaga yang memiliki instansi pengelolaan aset, yaitu Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM. Pemerintah sebetulnya telah menggandeng Universitas Paramadina untuk mengkaji kesiapan kementerian dan lembaga negara mengelola set hasil kejahatan.
Kajian menyebut Kemenkeu dianggap paling siap karena memiliki struktur dan sumber daya manusia hingga ke daerah. Namun Kejaksaan Agung dan Kemenkumham juga mengklaim mampu menjadi lembaga yang mengurus aset. Kejaksaan punya Pusat Pemulihan Aset di bawah Jaksa Agung Muda Pembinaan. Sementara Kemenkumham mengklaim bisa memelihara aset hasil kejahatan karena memiliki Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.
RUU Perampasan Aset juga sempat kontroversial saat rapat dengan Menkopolhukam Mahfud Md. Dalam rapat pada akhir Maret lalu, Mahfud meminta dukungan DPR agar segera mengesahkan RUU tersebut. Menanggapi permintaan itu, Bambang mengatakan pemerintah harus melobi para ketua umum partai politik jika ingin RUU Perampasan Aset disahkan. “Mungkin RUU Perampasan Aset bisa disahkan, tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini, enggak bisa, Pak,” ucap Bambang.
Dia menyebutkan tak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh “Ibu”. Politikus PDI Perjuangan ini tak menjelaskan sosok “Ibu” yang dimaksud. Hanya, dia menegaskan, untuk mengesahkan RUU, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik. “Jadi, permintaan saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak,” dia melanjutkan, diikuti tawa anggota Komisi III lain dalam rapat.
SAVERO ARISTIA WIENANTO | DANIEL A. FAJRI | KORAN TEMPO
Pilihan Editor: Para Capres Bicara RUU Perampasan Aset saat Debat, Ini Kata KPK