TEMPO.CO, Jakarta - Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha mendukung penuh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Agus Rahardjo yang mengungkap soal adanya intervensi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pengusutan kasus korupsi Elektronik-Kartu Tanda Penduduk (E-KTP).
Prasward menyampaikan ada tiga poin yang kursial dalam menanggapi kejadian ini. Pertama, memgenai intervensi untuk menghalangi penegakan hukum merupakan pelanggaran yang serius atas upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum negara.
"Kami mendukung agar Agus Rahardjo membongkar praktek yang dilakukan tersebut secara tuntas dan komprehensip. Hal tersebut penting untuk mengungkap semua catatan atas pada kasus apa intervensi dilakukan sehingga semua menjadi terang benderang," kata Praswad melalui rilis tertulis pada Sabtu, 2 Desember 2023.
Kedua, Praswad mengatakan, intervensi sangat mungkin terjadi. Walaupun dirinya dan anggota IM57+ tidak hadir dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut sebagai penyidik, tetapi menjadi bukti tidak langsung atau circumstance evidences atas kejadin tersebut sangat kuat.
"Hal tersebut dikeluhkan oleh Agus Rahardjo yang sempat akan mengundurkan diri karena banyaknya intervensi. Di sisi lain pasca dilakukan penyidikan dan penetapan tersangka, adanya revisi dari UU KPK yang disetujui oleh Presiden. Hal tersebut didahului teror kepada penyidik yang menangani kasus terkait," katanya.
Ketiga, Prasward mengatakan, melalui segala intervensi dan hambatan, pada akhirnya IM57+ berhasil menetapkan sebagai tersangka dan menahan Setya Novanto.
"Hal tersebut menunjukan bahwa Agus Rahardjo dan kami tetap berupaya tegak lurus terhadap proses penegakan hukum walaupun pada akhirnya disingkirkan," katanya.
Istana bantah adanya tekanan
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan tidak ada persamuhan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2017. "Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda presiden," katanya dalam pesan singkat pada Jumat, 1 Desember 2023.
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaga anti-rasuah mulai diintervensi oleh pemerintah sejak kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 silam. Agus mengatakan, kala itu dirinya sedang menjabat sebagai Ketua KPK periode 2015-2019. Pada tahun 2017, dirinya dipanggil Presiden RI Joko Widodo ke Istana.
Agus Rahardjo mengatakan, saat itu lembaga yang dipimpinnya sedang membidik eks Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam mega korupsi pengadaan e-KTP. Presiden Jokowi saat itu memanggil Agus untuk meminta agar tudingan ke Setya Novanto dihentikan.
"Saya masuk (ruangan) beliau (presiden) sudah teriak hentikan. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," kata Agus.
Namun, kata Agus Rahardjo, saat itu dirinya sudah menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) penetapan tersangka kepada Setya Novanto, sementara saat itu UU KPK itu belum memberlakukan adanya SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan), sehingga perintah presiden tersebut tidak bisa dikabulkan oleh Agus.
Ari, dalam pesan singkat pada Jumat mengatakan proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada 2017 dan sudah ada putusan hukum yg berkekuatan hukum tetap. Menurut Ari, presiden dalam pernyataan resmi pada 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK, yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik.
"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," kata Ari.
Pilihan Editor: Agus Rahardjo Sebut Presiden Intervensi KPK Agar Hentikan Penyidikan Setya Novanto