TEMPO.CO, Jakarta - Prof Mochtar Kusumaatmadja beberapa tahun belakangan telah diusulkan sebagai pahlawan nasional karena jasa-jasanya, namun hingga tahun ini pemerintah belum menetapkannya.
Dilansir pada ui.ac.id, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., akademisi dan diplomat, pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman (1974-1978) dan Menteri Luar Negeri (1978-1988).
Ia memiliki banyak kontribusi pada perkembangan hukum internasional Indonesia, dan pemikirannya menghasilkan banyak konsep dalam hukum internasional yang diterapkan. Hal itu membawa manfaat bagi Indonesia dan masyarakat internasional. Ia berperan dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait hukum laut pada 1958 dan 1960.
Dukungan Gubernur Jawa Barat
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meresmikan nama baru untuk Jalan Layang Pasupati (Pasteur-Surapati) di Kota Bandung. “Hari ini secara resmi Jalan Layang Pasteur-Surapati diganti dan diberi nama Jalan Layang Prof Mochtar Kusumaatmadja,” kata Ridwan Kamil, Senin, 1 Maret 2022.
Ridwan mengatakan, sengaja peresmian nama jalan tersebut bersamaan dengan jatuhnya Peringatan Serangan Umum 1 Maret yang dimaknai sebagai hari kedaulatan negara. “Jadi pas pisan. Serangan Umum 1 Maret dimaknai sebagai hari kita berdaulat dan tidak mau menyerah dan itu momennya 1 Maret,” kata dia.
Usulan Pemberian gelar Pahlawan Nasional
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Hukum & HAM Yasona H Laoly mendukung pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Mochtar Kusumaatmadja. Mengingat rekam jejaknya sangat besar dalam memperjuangan dan mempertahankan kedaulatan Indonesia. Baik sebagai akademisi, diplomat, negarawan, maupun sebagai pakar hukum laut internasional.
Bamsoet juga telah bertemu Menkopolhukam Mahfud MD sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, agar turut memberikan dukungan serupa. Sehingga negara bisa segera menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Mochtar Kusumaatmadja.
Visi Mochtar Kusumaatmadja tentang hukum sebagai instrumen telah menjadi embrio dari jalan panjang memperjuangkan konsep prinsip Negara Kepulauan (Deklarasi Juanda), agar diterima masyarakat internasional melalui tiga kali penyelenggaraan Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tanpa perlu mengangkat senjata dan konflik militer.
"Deklarasi Djuanda sebagai wawasan nusantara yang merupakan buah pemikiran Prof. Mochtar Kusumaatmadja telah menjadi landasan bagi penyatuan wilayah darat dan laut Indonesia sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berkat pemikiran tersebut, luas wilayah laut teritorial Indonesia yang semula hanya 3 mil berdasarkan Ordonansi Belanda 1939, berubah menjadi 12 mil. Kemudian menjadi 1,919 juta km persegi," ujar Bamsoet dalam Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Mochtar Kusumaatmadja, di Kantor Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Rabu 24 Mei 2023.
Pemikiran Mochtar Kusumaatmadja, kata Bamsoet, terkait luas perairan Indonesia tersebut akhirnya diumumkan oleh pemerintah Indonesia kepada seluruh dunia pada 13 Desember 1957. Dikenal dengan Deklarasi Djuanda, merujuk nama perdana menteri Indonesia kala itu, Djoeanda Kartawidjaja.
Universitas Padjadjaran dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengusulkan almarhum Mochtar Kusumaatmadja sebagai Pahlawan Nasional. Namun namanya ternyata tidak masuk daftar lima orang yang ditetapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 2022.
Idris, Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), merupakan penggagas agar Mochtar Kusumaatmadja diproses sebagai Pahlawan Nasional setelah tokoh itu wafat pada 6 Juni 2021.
Sejak akhir 2021 pihaknya bekerja keras untuk memenuhi syarat pengusulan yang resminya dilakukan oleh pemerintah provinsi Jawa Barat. Pengusul mengangkat kiprah Mochtar Kusumaatmadja yang berjuang selama 25 tahun sebagai konseptor negara kepulauan yang dideklarasikan Perdana Menteri Ir. H. Djuanda pada 13 Desember 1957 hingga diakui PBB dan masyarakat dunia pada konvensi tentang hukum laut pada 1982. “Pak Djuanda waktu itu sebagai Perdana Menteri hanya membacakan,” ujar Idris.
Pilihan Editor: Kiprah Abang Adik Mochtar Kusumaatmadja dan Sarwono Kusumaatmadja Menteri Andalan Soeharto