TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej akhirnya menjadi tersangka dugaan perkara gratifikasi. Hal tersebut dikonfirmasi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata.
“Penetapan tersangka Wamenkumham, benar itu sudah kami tandatangani sekitar dua minggu lalu,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 9 November 2023.
Lantas, perkara gratifikasi apa yang menyeret Eddy Hiariej? Berikut faktanya:
1. Dugaan Suap dari Pengusaha Tambang Nikel
Dalam laporan Majalah Tempo edisi Minggu 5 November 2023, Eddy diduga menerima suap dan gratifikasi dari pengusaha tambang nikel Helmut Hermawan. Nilai suapnya mencapai Rp 7 miliar. Sedangkan gratifikasi yang ia terima senilai Rp 1 miliar.
Kedua peristiwa itu terjadai pada 2023. Kepada penyidik KPK, Helmut mengaku menyetorkan uang agar Eddy membantunya mengubah akta perusahaan PT Citra Lampia Mandiri di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
Eddy ditengarai menggunakan dua rekening bank asistennya, Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi, untuk menerima duit dari Helmut. Karena itu, penyidik KPK akan memakai pasal pencucian uang untuk meluaskan penyelidikan dugaan penerimaan suap tersebut.
2. Bermula dari Pertemuan pada April 2022
Dalam laporan Majalah Tempo disebutkan, kasus dugaan suap dan gratifikasi Eddy Hiariej bermula saat Helmut menemuinya pada April 2022. Saat itu Helmut sedang berebut saham PT Citra Lampia Mandiri dengan perusahaan lain. Sebagai informasi, perusahaan tersebut memiliki konsensi tambang nikel seluas 2.660 hektare di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Pada Maret lalu, kepada Tempo Helmut menuturkan Eddy pernah menjadi saksi ahli perusahaan lawannya.
Setelah beberapa kali pertemuan dan kesepakatan, Helmut akhirnya mengirimkan uang lewat rekening PT Citra Lampia Mandiri ke rekening Yogi Arie Rukmana, asisten Eddy, pada periode April-Mei 2022. Bulan berikutnya, ia kembali mentransfer US$ 200 ribu atau setara Rp 3 miliar kepada Yogi.
Dalam periode penerimaan uang ini, Eddy membuat katebelece ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum agar memproses pengurusan akta baru PT Citra Lampia Mandiri dengan menerakan nama Helmut sebagai pemilik sahamnya. Penyelidik KPK sudah memegang katebelece berbentuk kertas itu. Namun, Eddy membantah soal memo tersebut.
"Itu hanya permintaan agar diproses sesuai aturan," kata Eddy.
3. Dilaporkan Ketua Indonesia Police Watch
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melaporkan Eddy ke KPK pada Maret 2023. Eddy dilaporkan karena diduga memperdagangkan kewenangannya dalam sengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri, perusahaan pemilik konsesi 2.000 hektare tambang nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Sebulan pasca pelaporan, penanganan kasus Eddy Hiarej akhirnya masuk tahap penyelidikan. Namun di fase ini, Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro terus mengulur pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti. Ia tidak pernah menyetujui permintaan penyidik agar kasus Eddy dibahs dalam rapat. Namun, pengaruh Endar akhirnya meredup saat pimpinan KPK menunjuk pelaksana harian Direktur Penyelidikan penggantinya pada Juli-Oktober lalu.
4. Eddy Sempat Membantah
Eddy Hiariej sempat membantah soal rasuah itu. Dia menyatakan mengatakan itu merupakan urusan antara asistennya dengan klien yang ditangani oleh Sugeng. Dia pun enggan berkomentar soal laporan terhadapnya di KPK.
"Saya tidak perlu menanggapi secara serius karena pokok permasalahan adalah hubungan profesional antara Aspri Saya YAR dan YAM sebagai lawyer (pengacara) dengan kliennya Sugeng," kata Eddie pada Selasa 14 Maret 2023 melalui keterangan tertulis.
Namun, Eddy Hiariej tak merespons konfirmasi dari Tempo hingga saat ini perihal penerimaan sprindik dan penetapan tersangka dirinya.
RIRI RAHAYU | BAGUS PRIBADI | AVIT HIDAYAT | MAJALAH TEMPO
Pilihan Editor: Kapolresta Buka Suara soal Polisi Patroli di Kantor DPC PDIP Solo