TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk menghindari perilaku seks berisiko untuk menjauhi terjangkitnya penyakit cacar monyet atau Monkeypox (Mpox). Pemahaman mengenai Mpox ini juga perlu ditingkatkan.
“(Imbauannya) Edukasi dan hindari perilaku seks berisiko,” kata Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi melalui pesan singkat kepada Tempo pada Ahad, 5 November 2023.
Perilaku seks berisiko dapat diartikan sebagai tindakan seksual dengan bergonta-ganti pasangan, berhubungan seks oral dan anal dan berhubungan seks sesama jenis. Perilaku seks seperti ini, selain dapat mengakibatkan penularan Mpox, juga dapat mengakibatkan penyakit menular seksual lainnya seperti HIV/AIDS.
Cacar monyet sudah ditetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia oleh World Health Organization (WHO) pada Juli 2022. Penularan cacar monyet dapat melalui droplet berupa dahak atau bersin atau liur yang mengkontaminasi lingkungan atau tangan, kontak kulit, kontak luka, cairan tubuh, dan kontak seksual.
Penyebaran Mpox di Indonesia
Kemenkes menyebut, sampai Ahad, 5 November 2023, pasien Mpox di Indonesia berjumlah 34. “Sembuh 8,” kata Nadia.
Nadia merujuk pada data Laporan Harian Mpox 4 November 2023 pukul 19.00 WIB, yang dimuat di web Kemenkes. Dalam laporan itu, penyebaran Mpox ada di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Kasus Mpox di DKI Jakarta terhitung ada 27 pasien. Sementara Banten ada 5 pasien, Jawa Barat merupakan yang paling sedikit dengan 2 pasien. Dia pun meminta masyarakat untuk segera mengambil tindakan jika dinyatakan positif Mpox.
“Segera isolasi serta tidak melakukan hubungan seksual dengan partner bila positif,” kata Nadia.
Secara keseluruhan, penyembuhan kasus cacar monyet atau Mpox relatif cepat, yaitu dua sampai empat minggu. Tingkat kematian atau case fatality rate (CFR) dari cacar monyet pun tergolong rendah, hanya sekitar satu persen atau dari 100 kasus positif, hanya satu pasien yang berpotensi meninggal. Mayoritas kematian terjadi karena infeksi sekunder dan kondisi imunitas rendah pada kelompok berisiko, seperti LSL (Lelaki Suka Lelaki), ibu hamil, ibu menyusui, anak, lansia.