TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Utama Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif menilai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan kesalahan. Hal ini terkait dengan perhitungan kerugian negara dalam proyek pembangunan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya.
Dalam nota pembelaan atau pledoinya, Anang mengatakan, perhitungan BPKP tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.
"Kerugian negara sebesar Rp 8,03 triliun padahal sesuai fakta persidangan, BAKTI baru membayarkan Rp 7,7 Triliun untuk seluruh pekerjaan per 31 Maret 2022. Bagaimana mungkin kerugiannya melebihi jumlah yang sudah dibayar," kata Anang dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Rabu 1 November 2023.
Anang mengatakan, nilai proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukungnya senilai Rp 10,8 triliun atau Rp 9,5 triliun setelah dikeluarkan perhitungan pajak.
"Per 31 Maret 2022 setelah memperhitungkan pengembalian akibat pekerjaan tidak selesai, perhitungannya negara hanya membayar Rp 7,7 triliun. Namun perhitungan oleh BPKP terjadi kerugian Rp 8,03 triliun sebagai kerugian negara," kata Anang.
Apalagi, lanjut Anang, dari proyek tersebut sebanyak 1.795 unit BTS sudah on air yang 1.112 diantaranya sudah dibuat berita acara penerimaan hasil pekerjaan (baphp).
"Kondisi per 31 Maret 2022 sebanyak 1.795 lokasi on air, 1.112 lokasi diantaranya sudah BAPHP, dan mengabaikan 3.088 lokasi lainnya yang sudah mencapai progres fisik proyek mencapai 85 persen. Aneh bin ajaib," kata Anang.
Anang mengatakan, hal tersebut mempertontonkan bagaimana institusi sebesar BPKP melakukan kecerobohan besar untuk proyek prioritas nasional. "Bagaimana bisa institusi sekelas BPKP melakukan kecerobohan besar dalam melakukan perhitungan ini," katanya.
"Faktanya sampai dengan saat ini proyek jalan terus, bahkan fakta persidangan menyebutkan bahwa Presiden RI telah memerintahkan kepada Menteri Kominfo baru untuk melanjutkan proyek ini hingga tuntas," tambah Anang.
Meski begitu, Anang mengakui dirinya terima Rp 5 miliar selama proyek pengerjaan BTS 4G. Dalam pengakuannya, Anang mengaku khilaf menerima uang yang telah dibelikan satu unit rumah tersebut.
"Saya khilaf dan menyesali pernah menerima uang selama pekerjaan ini sebanyak Rp 5 miliar untuk membeli sebuah rumah. Saya hanyalah manusia biasa yang tidak bisa luput dari kesalahan-kesalahan," kata Anang.
Sebagai informasi, Anang dituntut Jaksa, dengan pidana kurungan selama 18 tahun penjara. Ditambah uang pengganti Rp 5 miliar dan denda Rp 1 miliar. Dengan ketentuan, jika uang pengganti dan denda tidak dibayar maka masing-masing diganti dengan pidana kurungan 9 tahun dan 1 tahun penjara.
Jaksa menerapkan dua pasal dalam tuntutannya terhadap Anang yakni Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU 20 tahun 2001 tentan Pemberantasan Tindal Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pilihan Editor: Johnny G. Plate Merasa Dizalimi dan Difitnah dalam Kasus Korupsi BTS Kominfo