TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pekan depan terkait batas usia capres-cawapres, narasi dinasti politik Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencuat belakangan ini. Relawan Projo (Pro Jokowi) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pun angkat bicara.
Projo: Omong kosong belaka
Dilansir dari Tempo, Ketua Badan Pemenangan Pilpres Projo Panel Barus mengatakan, tuduhan politik dinasti dalam demokrasi di Indonesia adalah omong kosong belaka.
“Bullshit kalau dibilang ada dinasti politik dalam demokrasi liberal,” kata Panel dalam konferensi pers di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Oktober 2023.
Menurutnya, dinasti politik tidak eksis dalam model politik liberal seperti yang ada di Indonesia. Alasannya, kata Panel, karena keputusan akhir dalam memilih pemimpin berada di tangan rakyat.
“Narasi-narasi seperti itu (dinasti politik) menurut saya tidak tepat dalam model politik yang liberal seperti kita ini, karena pada akhirnya rakyat yang memutuskan siapa yang ada di hati rakyat,” ujar Panel. “Dalam politik liberal enggak relevan ngomong tentang dinasti.”
Hubungan darah dalam berpolitik, ujar Panel, tidak ada hubungannya dengan dinasti politik. Hal tersebut berlaku selama proses politik praktis tidak melanggar prosedur yang ada.
“Sepanjang itu tidak melanggar prosedur yang ada itu salahnya apa? Enggak ada,” ucap Panel.
Panel memberikan contoh politikus-politikus di Indonesia yang memiliki hubungan darah. Dia menyebutkan sosok Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang merupakan keluarga dari Presiden Pertama Indonesia Soekarno.
Selain itu, kata Panel, terdapat juga Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. Keduanya merupakan anak dari Presiden Keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Panel mengatakan, tidak ada masalah kalau anak-cucu dari politikus-politikus tersebut aktif berperan dalam kegiatan politik praktis. Pasalnya, kata Panel, keputusan terakhir mereka bisa menjabat atau tidak ada di tangan rakyat.
“Salah? Enggak salah. Terpilih atau tidak? Tergantung rakyat. Ketika kontestasi kan rakyat yang jadi hakim dan memutuskan,” ucapnya.
Selanjutnya: PSI tidak peduli asumsi