TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP PDIP Said Abdullah meminta seluruh politikus menjaga sikap mendekati masa pembukaan pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Hal ini agar tercipta suasana pemilu yang damai di Indonesia.
"Berbagai komentar yang dapat memicu ketegangan, kecurigaan, konfrontasi sosial semaksimal mungkin harus dihindari," kata dia dalam rilis tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, 9 Oktober 2023.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu mengatakan, dengan dekatnya pendaftaran kandidat definitif untuk Pilpres 2024, maka pilihan masyarakat pun mulai mengerucut pada pilihannya masing-masing.
"Tadinya belum menentukan pilihan atau yang sudah menentukan pilihan bisa jadi berubah pilihan politiknya. Keadaan ini tentu akan meningkatkan tensi politik nasional," kata dia.
Adanya tensi politik nasional tersebut kata Said, merupakan kondisi yang wajar dalam demokrasi menjelang pemilu. Namun kata Said, menjadi tidak wajar kalau mengarah pada aksi kekerasan dan persinggungan suku, agama, dan ras atau SARA.
"Untuk itu, elit politik harus bisa menahan diri, para kaum cerdik pandai perlu terus mendorong ruang publik dalam arena pertarungan ide dan gagasan," katanya.
Sikap menahan diri yang dilakukan elit dan politkus dinilai Said berpengaruh ke masyarakat. Di mana masyarakat yang berbeda dukungan tidak akan menimbulkan polarisasi sosial sangat tajam. Said berharap, semua bersikap bahwa Pilpres momentum memilih putra terbaik untuk memimpin negeri.
"Perbedaan dukungan pada pasangan capres dan cawapres diharapkan sebatas hanya perbedaan pilihan di TPS," katanya.
Said mengatakan bahwa Indonesia memiliki demokrasi bukan tanpa alasan. Demokrasi kata Said, merupakan alat partisipatif untuk rakyat dalam menentukan pemimpin negeri.
"Demokrasi menggantikan kekerasan jalanan menjadi kontestasi akal sehat, dan adu ketajaman visi masa depan, itulah sebabnya, dengan berdemokrasi yang baik kita bisa menunjukkan sebagai bangsa yang berkelas, bangsa yang berperadaban tinggi," ujarnya.
Said mengatakan jika gagal dalam menggunakan demokrasi menggunakan demokrasi dengan penuh muslihat maka merendahkan diri kita sendiri dalam menuju bangsa bermartabat.
"Bila demokrasi kita gagal, ada harga yang harus kita bayar, antara lain gagal memilih calon pemimpin yang berkualitas, munculnya segregasi sosial yang tajam, bahkan aksi kekerasan yang memakan korban," kata dia.
Lantas, Said mengingatkan soal tujuan memilih pemimpin. Ia mengingatkan bahwa memilih pemimpin adalah tujuan kita dalam bernegara.
"Mendapatkan keadilan dan kemakmuran, menjadi bangsa yang berperadaban tinggi, dan berperan penting bagi tata dunia yang lebih baik," katanya. Adapun tugas sebagai rakyat adalah mencermati dengan seksama peta dan rute yang ditunjukkan para calon pemimpin tersebut.
Tentu kata Said, para capres dan cawapres dituntut untuk menggelar peta, menunjukkan rute dan kompas pembangunannya selama lima tahun ke depan.
"Rakyat perlu menyibukkan dirinya dalam mencermati peta dan rute yang ditunjukkan para calon pemimpin. Rakyat harus melatih penalaran, siapa di antara mereka yang peta dan rutenya akurat, realistis, dan dapat dipercaya," kata dia.
Said mengatakan dengan menempatkan perannya masing masing, mulai dari calon pemimpin dan rakyat melatihkan diri seperti itu secara konsisten, ia optimis demokrasi Indonesia akan semakin berkualitas. "Sehingga yang terpilih adalah cerminan makna dari vox populi vox dei," katanya.