TEMPO.CO, Jakarta - DPR RI mengesahkan revisi Rancangan Undang- Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara atau Revisi UU IKN pada Rapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023. Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan revisi ini dilakukan karena semangat untuk mempercepat persiapan pembangunan dan pemindahan ibu kota negara.
“Serta penyelenggaraan pemerintahan khusus oleh otorita ibu kota negara,” kata Politikus Partai Golkar, Ahmad Kurnia, dalam rapat Paripurna DPR RI, Selasa, 3 Oktober 2023.
Baca juga:
Sementara itu, dalam proses di Komisi II DPR RI, ada tujuh fraksi yang menyetujui revisi UU IKN dilanjutkan ke dalam pembicaraan tingkat II untuk disahkan menjadi UU, di antaranya fraksi Gerindra, PDIP, Nasdem, Golkar, PKB, PAN, PPP menyetujui pembahasan revisi UU IKN. Fraksi Partai Demokrat menyetujui dengan catatan, sedangkan Fraksi PKS menolak revisi UU IKN ini.
Alasan PKS tolak revisi UU IKN
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak pengesahan revisi Rancangan Undang- Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara atau Revisi UU IKN. Revisi ini rencananya akan disahkan oleh DPR pada Selasa, 3 Oktober 2023.
Hal tersebut tertuang dalam pandangan mini fraksi PKS yang diterima Tempo, Senin, 2 Oktober 2023. Politikus PKS Mardani Ali Sera mempersilakan Tempo mengutipnya.
Dalam catatan itu, PKS menyoroti ketentuan pasal 16A yang memberikan jaminan dua siklus perpanjangan Hak Atas Tanah kepada pihak swasta dengan jangka waktu 190 tahun.
Norma ini, PKS menilai bertentangan dengan prinsip hak menguasai negara terhadap Bumi, Air, dan Ruang Angkasa serta prinsip kedaulatan rakyat di bidang ekonomi seperti yang diatur Pasal 33 UUD 1945.
“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007 menyatakan prinsip perpanjangan hak atas tanah semacam itu bertentangan dengan konstitusi,” tulis PKS dalam pandangannya.
Selain itu, PKS juga menyoal Pasal 16 A ayat 1 yaitu dalam hal Hak Atas Tanah yang diperjanjikan, dan Pasal 16 ayat 7 dalam bentuk hak guna usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun melalui siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian siklus kedua dengan waktu yang sama, 95 tahun.
Kemudian, konsesi Hak Atas Tanah dalam bentuk Hak Pakai diberikan 80 tahun dan dapat diperpanjang 80 tahun, sehingga konsesi yang diberikan 160 tahun.
PKS melihat pemberian konsesi ini tanpa disertai mekanisme kontrol berupa pemberian sanksi dan pencabutan hak dan evaluasi yang jelas kepada pemegang HGU dan Hak Pakai.
“Hal ini jelas semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemilik modal, memanjakan investor, dan abai terhadap kepentingan rakyat,” tulis PKS.
Pilihan Editor: PKS Bakal Tolak Revisi UU IKN, Soroti Soal Obral HGU hingga 190 Tahun