TEMPO.CO, Jakarta - Aksi demonstrasi masyarakat Melayu di depan kantor BP Batam berlangsung ricuh pada Senin, 11 September 2023. Aksi unjuk rasa yang mulanya damai itu, tiba-tiba ricuh dengan adanya massa yang menghancurkan pagar serta melemparkan batu ke arah Kantor BP Batam. Akibatnya, pagar dan kaca kantor hancur.
Beberapa petugas juga mengalami luka-luka setelah lemparan batu dan besi. Sebanyak 22 anggota personel gabungan mengalami luka-luka, termasuk 17 anggota Polri, tiga anggota satpol PP, dan dua anggota Ditpam BP Batam. Dua di antaranya dirawat di rumah sakit, dan seorang di antaranya dioperasi karena luka lemparan.
Kepala BP Batam menduga ada provokator di balik konflik Pulau Rempang
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Muhammad Rudi menduga ada banyak provokator di tengah konflik yang bergejolak di Pulau Rempang. Keberadaan provokator pula yang diduga menjadi penyebab timbulnya kerusuhan saat masyarakat melakukan unjuk rasa.
"Saya kira itu petugas yang tahu. Setelah kami dapat laporan bahwa bukan orang Rempang yang demo kedua itu," ujar Rudi ketika ditemui di Komplek DPR RI, Rabu, 13 September 2023. "Yang kemarin demo, kan dia harus pakai izin dari kepolisian. Yang mengajukan (izin), alamatnya bukan di situ."
Rudi menyebut demo masih kondusif pada pagi hingga siang hari ketika ia menerima kehadiran massa. Namun setelah dia meninggalkan massa, kerusuhan timbul. "Hampir satu jam baik-baik saja. Habis itu ada reaksi yang mungkin kurang tepat," ucapnya.
Saat ini, BP Batam sedang berusaha menyelesaikan pemindahan empat perkampungan di tanah seluas 2.000 hektare yang akan dihuni oleh Xinyi Group, investor dari Cina, dengan nilai investasi sekitar Rp 172,5 triliun. Relokasi diharapkan selesai pada 28 September.
Rudi mengatakan bahwa empat perkampungan akan ditempatkan di Dapur 3 Sijantung. Dia menyatakan bahwa sekitar 700 kepala keluarga (KK) akan direlokasi.
Kepala BP Batam sebut relokasi untuk menghindari risiko
Rudi mengatakan bahwa warga harus direlokasi untuk menghindari risiko, terutama terkait kesehatan, selama operasi perusahaan yang akan mengolah pasir silika. Selain itu, limbah pasir tidak dapat dilihat.
Oleh karena itu, Rudi menyatakan bahwa tinggal di sana dapat menimbulkan risiko. Selain itu, dia menyatakan bahwa dia akan mengambil kesempatan dari pengembangan Rempang Eco City untuk membantu masyarakat menjadi lebih sejahtera.