TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI memberikan atensi pada kericuhan yang terjadi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Juru Bicara Fraksi PKS DPR RI, Syahrul Aidi Maazat, menyampaikan bahwa Fraksi PKS sangat menyesalkan bentrok fisik aparat keamanan dengan masyarakat Melayu di Pulau Rempang.
"Kisruh investasi di Pulau Rempang Kepulauan Riau yang mengorbankan suku asli Melayu mendapat perhatian penuh dari Fraksi PKS DPR RI," katanya dalam rilis tertulis, Rabu, 13 September 2023.
Dengan kondisi tersebut, Syahrul menyampaikan bahwa PKS memberikan lima rekomendasi yang mesti dilaksanakan secepatnya oleh pemerintah.
Pertama, Pemerintah mesti menjamin pengobatan masyarakat yang menjadi korban dari kerusuhan ini. Kedua, membebaskan masyarakat yang ditahan dan melindungi kemanan korban penangkapan dari penganiayaan. Ketiga, meminta TNI - Polri untuk mengusut tuntas adanya pelanggaran Standard Operasional Prosedur (SOP).
Keempat, PKS meminta pemerintah agar menghentikan sementara PSN Rempang Ecocity, sampai seluruh hak masyarakat terdampak terpenuhi dan menjamin akar budaya mereka tidak hilang. Dan kelima kata Syahrul, PKS mengecam tindakan aparat yang represif kepada masyarakat dan meminta aparat untuk menahan diri.
Adapun pemerintah memaksa untuk tetap melakukan pembangunan. Salah satu langkah awal adalah melakukan pematokan dan pengukuran lahan di Kampung Sembulang, Pulau Rempang. Kampung ini menjadi titik awal pembangunan pabrik kaca terbesar asal China bernama Xinyi Group.
Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan negara telah memberikan hak atas tanah di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau kepada perusahaan.
Dia mengatakan surat keputusan (SK) terkait pemberian hak atas tanah itu dikeluarkan pada 2001 dan 2002. Namun, pada 2004, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain.
“Sebelum investor masuk, tanah ini rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok sehingga pada 2004 dan seterusnya menyusul dengan beberapa keputusan, tanah itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati. Padahal, SK haknya itu sudah dikeluarkan pada 2001, 2002 secara sah,” kata Mahfud MD.
Dia melanjutkan situasi menjadi rumit ketika investor mulai masuk ke Pulau Rempang pada 2022. “Diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK” kata Mahfud MD.
Oleh karena itu, kata Mahfud, kekeliruan tersebut pun diluruskan, sehingga hak atas tanah itu masih dimiliki oleh perusahaan sebagaimana SK yang dikeluarkan pada 2001 dan 2002. “Proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan. Bukan hak atas tanahnya,” kata dia.
Tika Ayu
Pilihan Editor: Konflik Pulau Rempang, Panglima TNI Akan Tindak Prajurit yang Bertindak di Luar Prosedur