TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Indonesia Cerah menyebutkan hampir semua politikus dan partai politik masih gagal menyadari pentingnya sejumlah elemen dalam kebijakan iklim dan transisi energi. Contohnya seperti tenaga kerja, masyarakat a`dat, gender, disabilitas, dan inklusi sosial, serta masyarakat di tapak.
Dalam riset yang dirilis pada Rabu 13 September 2023, Yayasan Indonesia Cerah menyoroti, hampir semua partai sudah membicarakan isu transisi energi dan perubahan iklim pada periode 2019-2023, dengan beragam topik seperti energi terbarukan, mobil listrik, perubahan iklim, lingkungan, regulasi terkait (RUU Perubahan Iklim dan RUU EBET), nikel, dan lain-lain.
Namun, peningkatan pembahasan kedua isu ini tidak berarti partai politik yang dikaji dalam riset ini mengeluarkan kebijakan dan program tertulis yang dapat dijadikan pegangan oleh setiap kadernya.
Secara metodologi, Yayasan Indonesia Cerah melakukan pemantauan media massa daring untuk data set berupa pemberitaan-pemberitaan selama tiga tahun terakhir dari top 10 media massa daring dengan audiens terbanyak`
Yang dilihat adalah media yang memberitakan tentang sikap partai politik lolos ambang batas 4 persen dari Pemilu 2019 hingga 2023, serta anggota kader dengan jabatan publik terkait perubahan iklim dan transisi energi terbarukan. Penelitian juga melihat partai peserta Pemilu 2024 (tidak termasuk partai lokal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam), berdasarkan kata kunci yang sudah disiapkan.
“Seringkali kader partai menyampaikan usulan kebijakan, namun tidak ada tindak lanjut atau pembahasan terhenti,” tulis riset tersebut.
Menurut riset tersebut, hanya dua partai yang memiliki platform khusus untuk membicarakan isu lingkungan, yaitu PAN (Birukan Langit Indonesia) dan PKS (Indonesiaku Hijau). Di luar dua partai tersebut, ada partai yang memilih untuk menyelenggarakan kegiatan bertemakan lingkungan seperti diskusi (PKB) atau tanam pohon/mangrove (Nasdem dan PDIP).
Semua partai cenderung mengajak masyarakat untuk turut berpartisipasi dan melakukan inisiatif dalam menghadapi perubahan iklim. Sedangkan ada isu yang paling dominan menjadi pembahasan di antara seluruh partai politik dalam transisi energi seperti kendaraan listrik, RUU EBET, Energi Terbarukan dan Energi Baru Terbarukan, hingga target energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional.
Tetapi, terkait transisi energi berkeadilan, aspek “keadilan” menjadi pembahasan semenjak JETP Indonesia diluncurkan belum memiliki definisi yang diakui secara kolektif dan dibahas oleh partai politik yang ada di parlemen.
Yayasan Indonesia Cerah dalam penelitiannya merekomendasikan partai politik sudah harus menyusun platform terkait perubahan iklim dan transisi energi, serta mempertanggungjawabkan akuntabilitas dan transparansi. Partai politik sudah seharusnya melibatkan masyarakat sipil hingga mengutamakan temuan dan masukan dari peneliti.
Pilihan Editor: Hasto Minta Kader PDIP Keluarkan Energi Positif Menangkan Pemilu 2024