TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto mengatakan lahan tinggal yang menjadi pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
"Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu, semuanya ada di bawah otorita Batam," ujar Hadi Tjahjanto dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa dikutip dari Antara.
Hadi menjelaskan, lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Hadi mengatakan, sebelum terjadi konflik di Pulau Rempang, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat.
Menurut dia, hampir 50 persen dari warganya menerima usulan yang telah disampaikan. Pemerintah menawarkan mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan Masyarakat, yakni sebagai nelayan.
Hadi menuturkan pemerintah juga menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada lahan seluas 500 hektare yang lokasinya dekat dengan laut untuk memudahkan dalam mencari nafkah.
"Dari 500 ha itu akan kami pecah-pecah dan langsung kami berikan 500 meter dan langsung bersertifikat. Di situ pun, kami bangun sarana untuk ibadah, pendidikan dan sarana kesehatan," kata Hadi.
Kementerian ATR/BPN menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membangun dermaga untuk para nelayan.
Selama proses pembangunan, pemerintah akan memberikan biaya hidup per keluarga dan dicarikan tempat tinggal.
Hadi mengatakan, ke depannya pemerintah memberikan beasiswa pendidikan ke Tiongkok bagi putra-putri yang tinggal di 15 titik di Pulau Rempang. Para putra daerah itu akan dilatih agar bisa bekerja di pabrik kaca yang rencananya berdiri di pulau tersebut. Mantan panglima TNI itu mengklaim sebagian besar masyarakat Pulau Rempang senang mendengar penjelasan pemerintah.
Kericuhan pecah di Pulau Rempang saat petugas BP Batam datang untuk melakukan pengukuran lahan. Warga menolak rencana pengosongan lahan yang akan dijadikan kawasan Rempang Eco City.
Pada akhir Agustus lalu pemerintah menetapkan proyek pembangunan Rempang Eco City sebagai proyek strategis nasional. Kawasan ini akan dibangun berbagai macam industri, pariwisata, hingga perumahan di bawah pengembang PT Makmur Elok Graha yang merupakan anak perusahaan PT Artha Graha milik pengusaha Tommy Winata.
Warga menolak relokasi yang akan dilakukan pascapengosongan kawasan itu. Warga adat sekitar menyebut mereka telah ada di sana sejak 1934. Warga Pulau Rempang tak ingin kampung halamannya dihilangkan meskipun diberi tempat relokasi.
Adapun pemerintah memaksa untuk tetap melakukan pembangunan. Salah satu langkah awal adalah melakukan pematokan dan pengukuran lahan di Kampung Sembulang, Pulau Rempang. Kampung ini menjadi titik awal pembangunan pabrik kaca terbesar asal China bernama Xinyi Group.
Pilihan Editor: Kondisi Terkini Rempang: Warga Resah Dicari Polisi, Polda Kepri Minta Warga Tidak Usah Takut