TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kemenkominfo menyatakan Indonesia masuk dalam darurat judi online. Judi daring berbasis game slot misalnya, dilaporkan telah merugikan masyarakat hingga Rp 27 triliun per tahunnya. Beberapa waktu lalu, sejumlah pengguna ponsel merek OPPO mengaku mendapati iklan judi online di gawai mereka.
Iklan judi online acap dijumpai saat mengakses laman tertentu di internet, baik melalui seluler atau desktop. Selain itu, iklan juga kerap muncul di platform beken macam YouTube maupun Facebook, dan Instagram. Undangan untuk mengakses laman atau menginstal aplikasi judi online terkadang memang menggiurkan. Tak jarang masyarakat, bahkan anak-anak, yang cenderung berpikir instan untuk mendapatkan cuan, terjerumus main judi online.
Padahal, kemenangan judi online sudah diatur. Persentasenya hanya 20 persen. Fakta ini disampaikan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat atau Karopenmas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan. Januari lalu pihaknya mengimbau masyarakat agar tak tergiur bermain judi daring. Menurutnya, karena keuntungan yang diraih sudah diatur, pemain dipastikan kalah.
“Jadi boleh dikatakan ikut perjudian, judi online ini dipastikan kalah, karena sudah di-setting,” kata Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta, pada Jumat, 27 Januari 2023.
Ada algoritma yang digunakan oleh bandar. Untuk pemain baru diberikan banyak kemenangan. Namun setelah kecanduan, dipastikan kemenangan judi sulit diraih. Meskipun tak sedikit orang yang mengetahui, nyatanya hal ini tak membuat mereka berhenti. Alasannya? Karena kecanduan. Karena itu pecandu akut perlu bantuan psikiater. Pasalnya, meski acap kalah dan banyak kehilangan uang, itu tak membuat mereka kapok.
Dinukil dari Koran Tempo edisi Rabu 26 Juli 2023, Narji—bukan nama sebenarnya—masih mengingat bagaimana ia mulai terjerumus game judi online pada 2015. Kala itu ia duduk di bangku kelas II SMA dan tinggal di satu asrama di Tasikmalaya, Jawa Barat. Mulanya, ia mencoba poker yang dia kenal dari Facebook. Saat awal-awal, dia acap menang. Dia ketagihan dan merasa memahami cara bermainnya.
Namun kemenangan itu tak berlangsung selamanya. Untung berganti buntung. Narji menderita kekalahan demi kekalahan. Duitnya ludes, sampai-sampai menghabiskan uang sekolah dan bayaran asramanya. Ujung-ujungnya, orang tuanya turun tangan melunasi semua utang Narji. Dia kapok, namun cuma sementara. Saat kuliah di Bandung pada 2017, dia kembali kecanduan bermain game judi online.
Alurnya sama: menang, ketagihan, kalah, kalah, dan kalah. Narji sampai harus berutang di perusahaan pinjaman online. “Gali lobang, tutup lobang. Dapat pinjol, dimainkan lagi” kata dia. Puncaknya, Narji tak lagi punya apa pun untuk membayar utang-utangnya. Mahasiswa jurusan jurnalistik itu bahkan tega menggadaikan kamera milik kawannya. Uangnya dia pakai untuk membayar pinjol, lalu kembali main judi online.
Bisa ditebak, Narji kalah lagi. Untuk menebus kamera temannya di pegadaian, dia meminjam kamera dari temannya yang lain untuk dia gadaikan. Begitu terus sampai sejumlah temannya mengerubunginya untuk menagih kamera mereka. Ujung-ujungnya, orang tua Narji yang harus kembali turun tangan melunasi utang-utang anaknya itu. Dampaknya, dia berhenti kuliah.
“Itu adalah penyesalan terbesar dari judi online yang saya rasakan sampai sekarang,” kata Narji.
Dilansir dari ANTARA, Polri menyatakan bahaya kecanduan judi online hampir menyamai kecanduan narkoba. Juga berdampak pada gangguan kejiwaan, seperti stres, depresi, cemas, dan bahkan bisa melakukan tindak pidana kriminal lainnya. Sejak 2022, Bareskrim Polri dan polda jajaran sudah mengungkap 610 kasus judi online. Sementara pada 2023, sejauh ini telah diungkap 75 kasus.
Dalam upaya memberantas judi online, pemerintah telah memutus akses atau blokir 846.047 situs yang mengandung konten perjudian online pada 2018 hingga 19 Juli 2023. Bahkan sepekan Budi Arie menjabat Menkominfo pada 17 Juli 2023, terdapat 11.333 konten judi online sudah diblokir. Namun, judi online tak akan sirna sepanjang masyarakat tidak terlibat dalam upaya memberantas.
Hingga saat ini, iklan judi online masih terus muncul di platform seperti Facebook, YouTube, dan Instagram. Dalam konteks aturan iklan Facebook, iklan yang menampilkan perjudian kasino, poker, slot, dan roulette diperbolehkan asalkan ditargetkan kepada pengguna berusia di atas 18 tahun. Di sisi lain, peraturan hukum Indonesia melarang judi online bagi semua usia.
Menurut pemerhati keamanan digital, Yuswardi Ali Suud, iklan judi online yang tersebar di media sosial dipasang oleh pemilik situs judi itu sendiri. Bayarannya masuk ke rekening perusahaan pengelola media sosial. Artinya, iklan judi online bukanlah konten yang dibuat pengguna. Melainkan iklan B to B antara perusahaan dan individu pemilik situs judi dengan platform.
Untuk menghindari munculnya iklan judi online di perangkat saat mengakses laman tertentu atau aplikasi beriklan tertentu, yang mungkin dapat mempengaruhi Anda untuk sekedar mencoba-coba, sebaiknya hindari menginput kata kunci “Judi Online” di laman pencarian. Algoritma Pusat Iklan Google akan merekomendasikan promosi kepada Anda berdasarkan apa yang Anda cari. Tetapi Anda dapat menonaktifkan rekomendasi Google.
Caranya:
1. Buka Google dan pergi ke Setelan
2. Pilih Privasi dan Keamanan
3. Pilih Personalisasi Iklan
4. Pilih Nonaktifkan
Dengan menonaktifkan Personalisasi Iklan, preferensi yang dibuat di Pusat Iklan Google akan dihapus. Informasi Anda tidak akan digunakan untuk mempersonalisasi iklan, termasuk: Aktivitas Anda baik yang lama maupun baru di situs dan aplikasi Google, termasuk kisaran area saat Anda menggunakannya. Info dari Akun Google Anda, seperti usia Anda. Serta pilihan yang Anda buat di Pusat Iklan, seperti topik iklan dan merek pilihan.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | TIM TEMPO.CO
Pilihan Editor: Selebritas dan Influencer Diduga Ikut Promosikan Judi Online, Begini Keterangan Bareskrim