TEMPO.CO, Bandung - Sekitar 50 jurnalis dari empat organisasi, pers mahasiswa, warga, dan seniman, menggelar demo di depan markas Kepolisian Resor Kota Besar atau Polrestabes Bandung, Kamis, 31 Agustus 2023. Aksi bersama itu untuk mengecam kekerasan aparat kepolisian terhadap jurnalis dan warga sipil di Bandung. “Kepolisian harusnya tahu kerja jurnalis dilindungi Undang-undang tapi kenyataannya kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi,” Fauzan Sazli, Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Bandung saat berorasi, Kamis, 31 Agustus 2023.
Selain AJI Bandung, aksi yang tergabung dalam Koalisi Jurnalis untuk Kebebasan Pers itu juga melibatkan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bandung, Wartawan Foto Bandung (WFB), dan Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB). Perwakilan dari pers mahasiswa juga bergabung bersama warga dan Lembaga Bantuan Hukum Bandung. Aksi damai yang mengecam tindakan kekerasan aparat kepolisian itu terkait dengan kerusuhan di Dago Elos pada Senin malam, 14 Agustus 2023.
Selain warga dan kelompok solidaritas, kekerasan aparat juga mengarah ke dua orang jurnalis yang sedang meliput peristiwa di lokasi. Dari laporan yang diterima AJI Bandung, jurnalis yang menjadi korban pemukulan yaitu AR dari media daring Bandung Bergerak dan AES wartawan Radar Bandung. Pemukulan pada bagian pundak, perut, paha, tangan, rambut dijambak, dan kepala dipentung. Saat kejadian mereka lari ke rumah warga yang kemudian didatangi polisi.
AR yang ditangkap telah mengaku sebagai wartawan dan menunjukkan identitas pers namun tak digubris. “Bahkan dia sempat diancam untuk dibunuh atau dimatikan oleh polisi,” kata Fauzan. Menurut AJI Bandung, kekerasan yang dilakukan kepolisian terhadap jurnalis adalah kejahatan serius.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Komisaris Besar Budi Sartono yang ditemui Tempo Rabu 16 Agustus 2023, seusai pertemuan dengan perwakilan warga Dago Elos dan kuasa hukumnya, enggan memberikan keterangan saat ditanya soal kekerasan jurnalis oleh polisi. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat sebanyak 58 kasus serangan terhadap jurnalis selama periode Januari hingga Agustus 2023. Sebanyak 12 di antaranya merupakan serangan fisik. Tanpa penyikapan serius, kekerasan terhadap jurnalis sebagaimana terjadi di Dago Elos akan terus berulang.
Kasus Dago Elos menjadi preseden buruk bagi iklim kemerdekaan pers dan bagi kehidupan berdemokrasi secara luas. Jurnalis bekerja dalam payung kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam bayang-bayang represi, para jurnalis tidak akan memperoleh rasa aman dalam menjalankan tugas mereka.
Koalisi Jurnalis untuk Kebebasan Pers menyatakan sikap bersama untuk mengecam keras tindak kekerasan oleh polisi terhadap dua jurnalis yang sedang meliput peristiwa kerusuhan Dago Elos. Mereka juga mendesak kepolisian dan institusi negara lain untuk menghormati profesi jurnalis yang oleh Undang-undang diamanatkan untuk melakukan peran kontrol sosial lewat kerja jurnalistik, termasuk juga pers mahasiswa.
Koalisi menuntut penjaminan kebebasan berekspresi bagi warga sipil agar secara leluasa bisa berkontribusi dalam kehidupan berdemokrasi, terutama menjelang tahun politik 2024. Mereka juga mengajak rekan jurnalis di Bandung dan daerah lain di Jawa Barat untuk bersama-sama memperjuangkan kebebasan pers.
Pilihan Editor: ICW Desak Polri Buka Informasi Kontrak Pembelian dan Pengelolaan Gas Air Mata