TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengumumkan pencabutan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia ke kawasan Timur Tengah dengan merujuk proses penempatan sesuai dengan amanat UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengatakan pencabutan moratorium itu wajib diiringi dengan tegasnya peraturan bagi perlindungan pekerja migran yang akan bekerja di Timur Tengah.
"Pembukaan moratorium ini baik untuk memberi kesempatan kepada PMI agar terbuka kesempatan luas bekerja di luar negeri secara prosedural," kata Kurniasih.
Sebab lahirnya moratorium merespons banyaknya tindakan pelanggaran hak PMI, jam kerja yang berlebihan, upah yang tidak adil hingga situasi kerja yang tidak aman.
"Pertama, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa langkah ini tidak akan membahayakan hak dan kesejahteraan pekerja migran. Langkah-langkah perlindungan yang kuat harus diimplementasikan, termasuk pengawasan yang lebih ketat terhadap kondisi kerja dan perlakuan terhadap pekerja migran," kata dia.
Selanjutnya, politikus PKS itu mengatakan, Indonesia perlu meningkatkan kerja sama yang baik dengan negara-negara tujuan.
Nota kesepahaman yang mengikat antarnegara juga dibutuhkan untuk perlindungan pekerja migran serta penyelesaian sengketa yang mungkin timbul. Ia juga menyampaikan perlunya proses diplomasi yang kuat dari sisi pemerintah agar pekerja migran haknya terjamin.
Pemerintah juga mencabut aturan mengenai penempatan satu kanal untuk PMI di Timur Tengah. Hal ini dapat diartikan sebagai terbukanya kembali keran bagi swasta dalam proses rekrutmen hingga penempatan pekerja migran.
"Peran swasta dalam proses pengiriman pekerja migran juga perlu diperhatikan. Perusahaan perekrut harus mematuhi standar etika dan kebijakan yang mengedepankan kesejahteraan pekerja migran," ujar dia.
Ia menganggap pemerintah perlu menjelaskan langkah-langkah konkret yang akan diambil untuk memastikan terjaminnya hak dan kesejahteraan pekerja migran.
Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan bahwa sesuai dengan UU No.18/2017, penempatan pekerja migran Indonesia harus mengikuti ketentuan, antara lain negara tujuan penempatan harus mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing, kemudian memiliki perjanjian tertulis antara pemerintah negara tujuan penempatan dan pemerintah Indonesia, serta memiliki sistem jaminan sosial dan/atau asuransi yang melindungi pekerja asing.
"Selain tiga syarat tersebut, juga perlu adanya sebuah kesepakatan untuk memiliki sistem yang terintegrasi antara pemerintah Indonesia dengan negara tujuan di Timur Tengah," kata Ida Fauziyah dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
Selain itu, Kemnaker juga mencabut dan mengubah Keputusan Menaker No.291/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
"Perubahan ini kami tegaskan untuk memberikan kesempatan kepada seluruh Perusahaan Penempatan PMI (P3MI) dapat mengikuti SPSK yakni dengan mengubah persyaratan P3MI yang dapat ikut serta dalam Program SPSK penempatan PMI sektor domestik di Arab Saudi," ujar Ida.
Pilihan Editor: Perhatikan Syarat dan Dokumen yang Harus Disiapkan Pekerja Migran Resmi
ALIFYA SALSABILA NOVANTI | ANTARA