TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menyambangi kantor Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan pada Rabu, 16 Agustus 2023. Tujuan Koalisi Masyarakat Sipil mendatangi kantor Menteri Mahfud MD itu untuk mengirimkan surat yang mendesak Pemerintah segera merevisi Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Staf Hukum dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Muhammad Yahya mengatakan sempat ada wacana untuk merevisi UU No. 31 tahun 1997 yang disampaikan oleh Wakil Presiden Indonesia Maruf Amin dan Menkopolhukam Mahfud MD. Wacana revisi UU No. 31 Tahun 1997 ini muncul pasca adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK terhadap Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Selanjutnya, pihak TNI menyatakan bahwasanya kedua anggota TNI tersebut harus diproses dan diadili melalui peradilan militer bukan peradilan pidana umum.
"Pelaksanaan sistem peradilan militer ini sangat bermasalah terutama dalam konteks isu hak asasi manusia (HAM)," kata Yahya di Kantor Kemenkopolhukam, Rabu, 16 Agustus 2023. Menurut Koalisi, peradilan militer tidak dapat memenuhi prinsip peradilan yang kompeten, imparsial, dan juga independen.
Berdasarkan hasil pemantauan yang sudah dilakukan sejak Oktober 2021- September 2022, kata Yahya, setidaknya terdapat 65 kasus yang diadili melalui peradilan militer dengan melibatkan 152 terdakwa. Namun hukuman yang diberikan kepada terdakwa sangatlah ringan dengan mayoritas vonis hanya berupa penjara dengan hitungan bulan.
"Permasalahan seperti KPK ini tidak hanya terjadi sekarang, tetapi sebelum-sebelumnya juga sudah sering," ujarnya. Bahkan pada kasus – kasus yang terjadi sebelumnya, menurut Koalisi, juga kemudian diakhiri dengan vonis yang ringan, yang akhirnya membuat impunitas itu terus berjalan seperti sekarang.
Selain kasus OTT KPK, kejadian baru-baru ini soal pernyataan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Hamim Tohari bahwa tidak ditemukan unsur pidana dari tindakan Mayor Dedi Hasibuan yang menggeruduk Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Mayor Dedi Hasibuan kemudian diserahkan kembali ke kesatuan Kodam Bukit Barisan. Padahal tindakan Mayor Dedi Hasibuan sudah masuk ke ranah menghalangi penyidikan atau obstruction of justice.
Karena itu, Koalisi menganggap UU No. 31 Tahun 1997 sudah tidak relevan pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selain itu dalam pengimplementasiannya, Koalisi menganggap UU No. 31 Tahun 1997 ini memiliki banyak kelemahan dan permasalahan.
I GUSTI AYU PUTU PUSPASARI
Pilihan Editor: Koalisi Masyarakat Desak Jokowi Reformasi Hukum di Lingkungan Militer Buntut Tak Diprosesnya Mayor Dedi Hasibuan