TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah warga Dago Elos terlibat bentrok dengan polisi saat mereka memblokade Jalan Ir H Juanda atau Jalan Dago pada Senin malam 14 Agustus 2023. Blokade ini dilakukan setelah polisi menolak laporan soal sengketa lahan.
Menurut kronologi yang diceritakan oleh Deti Sopandi selaku Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Jawa Barat, warga Dago Elos mendatangi markas Polrestabes beramai-ramai, guna melaporkan dugaan atas, pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh lawan sengketanya, saat, Senin, 14 Agustus 2023.
Deti menyebut keempat orang pelapor tersebut mewakili warga. Mereka terdiri dari tiga perempuan dengan satu laki-laki, dan didampingi oleh tujuh tim kuasa hukum. Selanjutnya keempat orang tersebut ditemui oleh Kasat Reskim, Kanit Reskim Ekonomi dan beberapa anggota kepolisian di aula Polrestabes bandung. Mereka membawa bukti sejumlah dokumen dan saksi dari pihak warga.
"Namun setelah menunggu lama, sewaktu pukul 19.30 WIB, laporan mereka ternyata ditolak aparat kepolisian, karena harus memiliki SHM, yaitu Sertifikat Hak Milik," katanya dalam konferensi pers secara daring: penyikapan terhadap lima warga Dago Elos dan satu anggota PBHI Jawa Barat yang ditahan, Selasa 15 Agustus 2023.
Padahal, kata dia, saat pemeriksaan yang dilakukan kepolisian, saksi telah menyampaikan, bahwa warga setempat masih membayar PBB dari tahun 1990-an sampai 2022 dan mendapatkan tanah dengan membeli.
Sampai malam hari, lewat Kasatreskrim Polrestabes Bandung tidak dapat membuatkan laporan polisi, lantaran warga Dago dianggap belum memenuhi syarat laporan, yang dibutuhkan atau belum memiliki cukup banyak bukti.
Warga yang merasa kecewa, karena tuntutan yang tidak diterima selama dua kali, kemudian pulang, Tak lama setelah itu, mereka berdatangan sembari menggunakan spanduk bertuliskan "Kita Belum Merdeka", "Dago Melawan", dan "Tanah untuk Rakyat".
Lalu memblokir Jalan Dago sebagai luapan kekecewaan, aksi blokir jalan kemudian berujung ricuh menjelang tengah malam. "Sekitar pukul 20.00 WIB, aparat mulai melakan tindakan represif, seraya membubarkan para pendemo," ucapnya.
Massa tetap berusaha melawan ketika polisi hendak membubarkan aksi, hingga akhirnya polisi menembakkan gas air mata. Video-video tindakan represif aparat keamanan pun menyebar di media sosial.
Aktivis LBH Bandung Heri Prawono menyesalkan langkah polisi yang membubarkan aksi tersebut dengan menggunakan gas air mata. Padahal, kata dia, saat itu sudah ada negosiasi warga dengan pihak kepolisian untuk kembali membuat laporan ke kepolisian.
"Sebelumnya warga telah menyepakati dan mengikuti yang ditawarkan pihak kepolisian untuk bisa melakukan pelaporan lagi. Namun pada akhirnya kepolisian yang mengawali provokasi dengan penembakan gas air mata, membuat warga semakin panik dan marah," kata Heri.
Ia juga menyebut penahanan anggota PBHI Jawa Barat menjadi alarm bahaya untuk pengacara publik maupun pembela Hak Asasi Manusia. Pasalnya, kata dia, mereka masih rentan terhadap diskriminalisasi dan kriminalisasi.
FATURAHMAN SOPIAN
Pilihan Editor: Tolak Penggusuran, Warga Dago Elos Geruduk Kantor ATR/BPN Bandung