Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Istri Utomo: "Suami Saya Dipinjam untuk Buru Teroris"

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Way Jepara: Isteri salah seorang aktivis Islam yang kini ditahan polisi, Utomo Abu Faruk, 43 tahun, mengaku suaminya "dipinjam" aparat Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk memburu teroris. Sejak bulan Juli lalu, setidaknya tiga kali Utomo dibawa polisi. "Suami saya kan aktivis Islam yang punya jaringan dakwah luas. Jadi dia diminta untuk membantu aparat melacak para teroris pelaku peledakan bom," kata Nur Laili, 36 tahun, isteri Utomo, kepada Tempo News Room, Senin (22/9). Dia menceritakan, suaminya dipinjam aparat pertama kali, 24 Juli 2003. Polisi datang ke rumahnya di Way Jepara, Lampung Timur, tepat pukul 21.00. "Ketika itu polisi mengatakan meminjam bapak untuk mengejar pelaku pengeboman di Bandara Soekarno-Hatta," kata Laili. Kedatangan polisi itu berkaitan dengan ditemukannya sebuah topi di lokasi ledakan, bertuliskan "Tulang Bawang", nama salah satu kabupaten di Lampung. Kebetulan, selain berdakwah, pekerjaan Utomo adalah membuka toko topi di pasar Way Jepara. Dia dikembalikan aparat menjelang pukul 01.00 WIB. Sesuai perjanjian, esok paginya Nur Laili mengantar suaminya ke suatu tempat untuk bertemu dengan empat orang polisi yang menjemputnya tadi malam. "Maksudnya supaya tidak menarik perhatian tetangga, bila bapak dibawa polisi. Jadi saya antar ke tempat yang sudah ditentukan," kata ibu empat anak itu. Tiga hari kemudian Utomo baru pulang. Selanjutnya, Utomo kembali "dipinjam" pada 11 Agustus 2003, pasca bom hotel JW Marriott. Lelaki yang pernah memberi ceramah selama tiga bulan di Poso saat konflik meletus itu, kembali dibawa polisi. Saat itu alasannya, Asmar Latin Sani, yang diduga pelaku ledakan yang berasal dari Bengkulu. Ketika membawa bom Asmar pasti lewat Lampung. "Kata polisi, bapak diajak memburu teroris yang terlibat bom Marriott," katanya. Terakhir, Utomo kembali dijemput polisi pada Minggu (14/9) lalu. "Hari Jumat(19/9) bapak menelepon saya, dan mengabarkan bahwa dia belum bisa pulang karena masih diperlukan polisi. Dia juga mengatakan kondisinya baik-baik saja," tutur Laili. Esoknya harinya Sabtu (20/9), datang petugas dari Polda Metro Jaya yang menyampaikan pesan dari Utomo agar dibawakan pakaian. Waktu berangkat, Utomo memang hanya membawa dua pakaian muslim. "Dari polisi yang datang itu saya mendapat informasi, bahwa di Lampung banyak sekali aktivis Islam yang ditangkap. Tapi kebanyakan sudah dipulangkan karena tuduhan polisi tidak terbukti," kata perempuan asal Jawa Tengah itu. Saat datang ke rumahnya itu, polisi bersama Solichin, salah seorang aktivis Islam yang akan dipulangkan petugas usai pemeriksaan. Nur Laili menuturkan, selama suaminya "dipinjam", dia tidak pernah merasa cemas. Pasalnya, dia selalu kontak dengan seorang petugas, yang mengaku atasan polisi yang sering meminjam suaminya. "Bila ada apa-apa, saya sering menelponnya. Dia itu di bagian resersenya Polda Metro Jaya," kata Laili yang menolak menyebut identitas polisi tersebut. Dia mengungkapkan, sempat kaget ketika mendengar berita di televisi, suaminya termasuk aktivis yang ditahan polisi. "Ketika saya tanya ke polisi yang biasa saya hubungi, dia minta agar saya tidak khawatir. Berita itu hanya bisa-bisanya media massa saja. Suami saya justru sedang bekerja sama dengan polisi. Bahkan makan dan minumnya bersama polisi," kata Laili menirukan penjelasan polisi yang dihubunginya itu. Di lingkungannya, Utomo yang tamatan Pendidikan Guru Agama (PGA) Lampung, memang terkenal sebagai pendakwah. Dia sering dipanggil mengisi pengajian di masjid-masjid dan pesantren di Lampung. Dia juga sering bolak balik ke Jawa untuk mengambil barang dagangan," kata Amnah, salah seorang tetangga dekatnya. Fadilasari - Tempo News Room
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Soeharto di Wonogiri

11 Juni 2015

Soeharto di Wonogiri

Keruntuhan rezim Orde Baru (1998) membelah anggapan publik atas ketokohan Soeharto. Hujatan dan pujian mengarah ke Soeharto. Memori kekuasaan selama puluhan tahun menjadi bukti untuk memberi apresiasi. Sejak 1998, buku-buku bertema Soeharto dan Orde Baru sering diterbitkan sebagai ekspresi memusuhi dan mengultuskan Soeharto. Perang opini dimunculkan demi menghancurkan dan memuliakan Soeharto (8 Juni 1921-27 Januari 2008).


Golkar dan Museum Soeharto

6 Oktober 2014

Golkar dan Museum Soeharto

PKI sebagai satu-satunya partai politik yang memberi latar dan narasi besar bagi kejayaan Soeharto.


Kecelakaan Di Tol Cikampek, Satu Orang Meninggal

27 Mei 2008

Kecelakaan Di Tol Cikampek, Satu Orang Meninggal

Kecelakaan maut terjadi di Jalan Tol Cikampek, tepatnya di Interchange Cibitung tadi pagi sekitar pukul 05.30 WIB. "Satu orang meninggal dunia akibat tabrakan antara bus Maya Sari Bhakti bernomor polisi B 7521 WV dengan mobil Suzuki Carry dengan nomor polisi B 7218," kata petugas PT Jasa Marga. Namun, data lebih lengkap belum ada.


MA Tolak Alzier Duduk ke Kursi Gubernur Lagi

29 Juli 2005

MA Tolak Alzier Duduk ke Kursi Gubernur Lagi

Menteri Dalam Negeri Moh. Maruf menyatakan polemik mantan calon Gubernur Lampung Alzier Dianis Thabranie selesai. Fatwa MA hanya membatalkan dua surat keputusan Mendagri sebelumnya. Tuntutan Alzier duduk lagi menjadi Gubernur Lampung tidak dikabulkan.


Putusan MA Tak Bisa Dudukan Alzier Menjadi Gubernur Lagi

28 Juni 2005

Putusan MA Tak Bisa Dudukan Alzier Menjadi Gubernur Lagi

Menteri Dalam Negeri M Maruf masih menunggu hasil amar putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tentang gugatan bekas Gubernur Lampung, Alzier Dianis Thabranie. Putusan MA, menurut Wahyu, tak bisa dilaksanakan untuk mendudukan kembali Alzier ke jabatannya sebagai Gubernur.


Kasus Talangsari Lampung Dibuka Lagi

1 April 2005

Kasus Talangsari Lampung Dibuka Lagi

Setelah Hendro Priyono tak menjabat Kepala Badan Intelejen Negara, kasus pelanggaran hak asasi manusia di Talangsari, Lampung 1989 dibuka lagi. Bisakah Komnas HAM menyeret pelakunya ke pengadilan?