TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan lembaga bantuan hukum menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang memeriksa Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan anak buahnya, Letkol Arif Budi Cahyanto meski mereka berstatus sebagai anggota TNI aktif. Henri dan Arif terlibat dalam kasus suap dalam pengurusan proyek pengadaan barang di Basarnas.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, menjelaskan ada tiga asas hukum yang menjamin kewenangan KPK memeriksa kasus tersebut.
“Asas hukum pertama adalah hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah. Asas hukum kedua, hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama. Asas hukum yang ketiga, hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang lebih umum,” kata Usman dalam pernyataan tersebut.
Dia menjabarkan, KPK bisa menggunakan pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D UUD 1945 yang mengatur kedudukan seluruh warga negara, tanpa terkecuali, sama di dalam hukum. Menurut dia, pasal ini mengatur bahwa setiap warga negara tak memiliki kekebalan hukum.
“Setiap orang, tanpa terkecuali memiliki kesamaan kedudukan di muka hukum, baik warga sipil, warga berstatus anggota Polri, maupun warga berstatus anggota TNI. Siapa pun tidak boleh kebal hukum,” kata Usman Hamid.
Usman menekankan anggota TNI merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang artinya mereka punya kedudukan yang sama dengan warga sipil lainnya dalam menjalani proses hukum sebagaimana diatur dalam konstitusi UUD 1945.
KPK bisa kesampingkan UU Kekuasaaan Kehakiman dan UU Peradilan Militer
Soal asas hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama, Usman menilai KPK juga bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. UU tersebut, berusia lebih muda ketimbang Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
“Kalau sudah ada Undang-Undang Peradilan Militer tentu Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Tahun 1970 tidak berlaku lagi, tetapi kalau sudah ada Undang-Undang TNI Tahun 2004, maka seluruh undang-undang di belakang dikesampingkan,” kata Usman Hamid.
Dia menekankan isi Pasal 65 ayat (2) UU TNI mengatur prajurit TNI tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer, dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum. Karena itu, dia menilai KPK berwenang menangani kasus suap Kepala Basarnas tersebut karena bukan masuk dalam kategori pidana militer.
Selanjutnya, korupsi sebagai pidana khusus