TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyoroti langkah Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang meminta maaf kepada TNI karena telah menetapkan anggota TNI aktif sebagai tersangka korupsi suap di Basarnas.
Menurut Isnur, ada empat poin yang perlu dicermati dalam peristiwa tersebut, di antaranya adanya tindakan akrobatik hukum dan upaya pembelokan atau disinformasi Undang-undang.
"Perlu dipahami bahwa Kabasarnas adalah jabatan sipil, jadi ketika ada orang didudukkan, diperintahkan, ditempatkan di Basarnas tidak berlaku lagi ketentuan jabatan administrasi TNI," kata Isnur dalam sebuah diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Ahad, 30 Juli 2023.
Isnur melanjutkan, dengan begitu KPK seharusnya memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan di lingkungan Basarnas karena jabatannya merupakan jabatan sipil.
Selanjutnya, kata Isnur, poin kedua soal kekisruhan penetapan tersangka Kabasarnas itu juga ditengarai karena ketidakkompakan jajaran pimpinan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri.
"Kita bisa melihat bagaimana kekisruhan ini adalah bagian rangkaian utuh dari buruknya KPK saat ini, bagaimana suara Firli, suara Tanak dan Alex Marwata berbeda-beda," kata Isnur.
Isnur menyoroti pernyataan Firli Bahuri yang menyebut kalau penetapan tersangka Kabasarnas sudah melibatkan POM TNI sejak awal, berbeda dengan pernyataan Johanis Tanak yang justru menyalahkan anak buahnya.
"Jadi ini bentuk buruknya kepemimpinan KPK yang sekarang, semakin menandakan semerawutnya penanganan," kata Isnur.
Poin ketiga, Isnur juga menyoroti sikap Presiden Joko Widodo dan DPR RI yang seolah-olah membiarkan kekisruhan di tubuh KPK dalam penanganan korupsi.
"Presiden yang mengutus, memilih, dan menyetujui pmpinan KPK, kenapa diam saja dan seolah-olah membiarkan akrobat dan disinformasi ini, dan DPR sebagai pengawas," kata Isnur.
Poin keempat, Isnur juga menyoroti bunyi Pasal 65 UU No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI yang menyebut bahwa kalau ada prajurit aktif melanggar tindak pidana umum, maka diproses di peradilan umum.
"Nah kasus Basarnas sekarang bagaimana, di peradilan umum dong diprosesnya," kata Isnur.
Isnur mengatakan, apabila sikap KPK seolah takut untuk menindak militer dalam kasus Kabasarnas ini maka akan menimbulkan ketakutan bagi penegakan hukum di jabatan sipil yang dijabat oleh militer.
"Ini contoh buruk, besok-besok nggak akan ada yang berani penegak hukum menindak jabatan sipil (yang dijabat militer)," kata Isnur.
Sebelumnya, rombongan TNI yang dipimpin oleh Komandan Pusat Polisi Militer TNI Marsekal Muda Agung Handoko mendatangi KPK pada Jumat 28 Juli 2023 untuk mengklarifikasi soal ditetapkannya Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Arif Budi Cahyanto sebagai tersangka suap di Basarnas.
Agung mengatakan, baik Henri maupun Arif saat menjalankan tugasnya sebagai anggota Basarnas masih berstatus TNI aktif, sehingga penetapan tersangka bagi anggota TNI aktif tidak bisa sembarangan dilakukan selain oleh Pupom TNI.
"Menurut kami apa yang dilakukan oleh KPK untuk menahan personel militer menyalahi aturan," kata Agung dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jumat 28 Juli 2023.
Usai pertemuan antara perwakilan TNI dan KPK di Gedung Merah Putih, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak langsung berstatement bahwa penetapan tersangka terhadap Henri dan Arif merupakan kekhilafan dari anak buahnya dan meminta maaf atas kekeliruan tersebut.
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kami yang tangani, bukan KPK," kata Johanis dalam konferensi pers di KPK, Jumat 28 Juli 2023.
Johanis merujuk pada Pasal 10 UU No 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
"Dalam aturan itu, pokok-pokok peradilan itu diatur ada empat lembaga, peradilan umum, militer, peradilan tata usaha negara dan agama," kata Johanis.
Johanis mengatakan, berangkat dari kasus tersebut, pihaknya akan berbenah dan lebih berhati-hati dalam penanganan kasus korupsi khususnya yang melibatkan TNI.
"Disini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan, oleh karena itu atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan dan kedepan kami akan berupaya kerja sama yang baik antara TNI dengan KPK," kata Johanis.
Pilihan Editor: Menhan Prabowo Bungkam soal Korupsi Basarnas yang Libatkan TNI Aktif