TEMPO.CO, Jakarta - Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dari Jakarta ke IKN di Kalimantan Timur, kembali menimbulkan potensi masalah yakni mafia tanah.
Pasalnya, Ombudsman RI menilai regulasi layanan di IKN membuat warga rentan dicurangi oleh mafia tanah.
Itu disampaikan oleh Anggota Ombudsman Dadan S Suharmawijaya sebagaimana dilansir dari Tempo. Ia mengatakan bahwa banyak layanan pertanahan yang berhenti di wilayah IKN sehingga membuat warga sulit melakukan legalisasi tanah.
“Status tanahnya tidak jelas dan banyak layanan kemudian terhenti. Karena tidak jelas, bermunculan mafia jual beli tanah tanpa sertifikat,” kata Dadan.
Menurut Dadan, layanan yang terhenti itu adalah penerbitan surat keterangan atas penguasaan dan pemilikan tanah, serta pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di kantor pertanahan setempat. Ia menghimbau agar masyrakat dapat terhindar dari upaya mafia tanah apabila sudah terlindungi legalisasi asetnya.
Lantas, apa itu mafia tanah?
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Nia Kurniati sebagamana dilansir dari situs Unpad.ac.id, menyatakan bahwa mafia tanah merupakan kejahatan pertanahan yang melibatkan sekelompok orang dalam menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah.
Ketersediaan tanah yang minim membuat tanah memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan menjadi salah satu objek yang kerap diperebutkan oleh masyarakat.
Mafia tanah juga memiliki tiga fase dalam metode kerjanya. Pertama, sengketa perkara sebagai tekanan kepada pemilik tanah yang sebenarnya. Kedua, fase ajakan damai. Ketiga, fase menebar pengaruh pada pelaksana hukum untuk mengamankan posisinya.
Mafia tanah memiliki dampak tidak terwujudnya kepastian hukum bagi masyarakat, menghambat pembangunan karena investor tidak mau berinvestasi, mengurangi kepercayaan masyarakat, sampai terjadi sengketa tanah.
Dilansir dari Siplawfirm.id, terdapat beberapa cara untuk melindungi diri dari praktik mafia tanah, yakni dengan memastikan bahwa tanah tersebut sudah terdaftar di BPN dan bersertifikat. Jika suatu tanah sudah memiliki sertifikat, maka pemegang hak atas tanah harus tidak memperlihatkan atau menyerahkannya kepada orang lain. Pemegang hak atas tanah disarankan agar menyelesaikan Akta Jual Beli sendiri dan menghindari surat kuasa.
Lalu jika sudah telanjur dicurangi oleh mafia tanah, pemegang hak atas tanah atau keluarganya dapat menempuh jalur hukum. Korban disarankan untuk mengumpulkan seluruh berkas tanah dan menyusun kronologi. Setelah lengkap, korban harus melaporkan ke kepolisian. Berikut beberapa delik pidana yang bisa menjadi acuan pemidanaan dalam kejahatan tanah.
- Pasal 167, “masuk dalam rumah, pekarangan secara melawan hukum.”
- Pasal 263, “membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak.”
- Pasal 266, “memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik.”
- Pasal 385, “secara melawan hukum menjual, menukar atau membebani sesuatu hak tanah”
- Pasal 372, ‘’melakukan penggelapan hak suatu benda punya orang lain.’
- Pasal 378, ‘’melakukan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan.’
- Pasal 55 serta Pasal 56, ‘’memberikan bantuan terhadap suatu tindak kejahatan.’
Pemerintah sendiri telah melakukan sejumlah strategi untuk memberantas praktik mafia tanah. Salah satunya adalah dengan menyediakan pelayanan elektronik melalui website Lapor.go.id.
RIANI SANUSI PUTRI | UNPAD | LAPOR | SIPLAWFIRM
Pilihan editor :