TEMPO.CO, Jakarta - Migrant Care menduga praktik jual beli ginjal ilegal para pekerja migran indonesia (PMI) sebetulnya sudah berlangsung lama. Kecurigaan itu muncul lantaran Migrant Care kerap mendapati laporan bahwa jenazah PMI yang tewas di luar negeri dipulangkan dengan tubuh yang penuh dengan jahitan di perut.
“Kami telah lama mencurigai adanya modus tersebut, karena beberapa tahun lalu pernah mendampingi korban yang meninggal di beberapa negara dan jenazahnya dipulangkan dalam kondisi perutnya dijahit,” kata Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care, Nur Harsono saat dihubungi, Ahad, 23 Juli 2023.
Nur Harsono mengatakan laporan tentang kondisi jenazah dengan jahitan di perut itu beberapa kali dia dapatkan pada tahun 2009-2010. Jenazah pekerja migran indonesia itu, kata dia, kebanyakan berasal dari Timur Tengah. Berdasarkan laporan, kata dia, para pekerja meninggal karena kondisi sakit maupun tanpa keterangan.
Nur Harsono mengatakan sebenarnya belum bisa memastikan bahwa jenazah-jenazah tersebut merupakan korban penjualan organ atau tidak. Sebab, kata dia, bisa saja luka tersebut disebabkan oleh pemberian formalin atau prosedur medis lainnya yang dilakukan terhadap jenazah.
Sayangnya, kata dia, ketika itu belum ada pendalaman lebih jauh mengenai penyebab adanya luka di perut para pekerja.
“Perutnya dijahit dari bawah ke atas, tapi kami tidak bisa membuktikan apakah itu ada penjualan organ atau tidak, jadi hanya merupakan dugaan,” tutur dia.
Polda Metro Jaya ungkap jaringan jual beli ginjal internasional
Sebelumnya, Polda Metro Jaya baru-baru ini mengungkap jaringan pelaku TPPO yang diduga menjadi perekrut dan penyalur Warga Negara Indonesia yang ingin menjual ginjalnya. Para pelaku diduga melakukan perekrutan itu melalui media sosial dan membawa para korbannya ke Kamboja untuk melakukan pengangkatan ginjal lalu dijual kepada orang lain.
Pengungkapan jaringan ini bermula dari penggerebekan yang dilakukan Polda Metro Jaya pada Juni lalu di kawasan Bekasi. Setelah penggerebekan itu, 12 orang ditetapkan menjadi tersangka, termasuk seorang pegawai Imigrasi berinisial A dan anggota polisi berinisial M berpangkat Aipda. A diduga membantu jaringan tersebut meloloskan calon korban ke luar negeri sementara M membantu pelaku lolos dari jeratan hukum.
Polisi menduga sudah ada 122 korban dari perdagangan ginjal ini. Para pelaku disebut menerima Rp 200 juta dari satu transplantasi ginjal. Pelaku mengambil untung Rp 65 juta dipotong biaya operasional. Sementara, para korban mendapatkan Rp 135 juta dari ginjal yang mereka jual.
Polisi menyatakan bahwa para korban jaringan ini akan diberangkatkan ke Kamboja untuk melakukan transplantas ginjal di sana. Dua belas orang ini dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Nur Harsono menuturkan Kamboja memang menjadi salah satu tempat tujuan favorit pada pelaku perdagangan orang WNI. Dia menyatakan Migrant Care mendapatkan banyak laporan tentang WNI yang dipekerjakan sebagai pelaku penipuan online oleh perusahaan yang berlokasi di negara tersebut.
Menurut dia, para korban mendapatkan banyak intimidasi dan siksaan selama bekerja di negara tersebut. Para korban TPPO itu, kata dia, juga diwajibkan membayar denda ratusan juta rupiah apabila ingin dilepaskan. Dengan adanya kondisi itu, maka Nur Harsono menilai sangat mungkin terjadi tindakan jual beli ginjal di Kamboja.
“Kami percaya dengan temuan pihak kepolisian yang menyebut ada kasus jual-beli organ di sana,” kata dia.