Dalam pertemuan itu, menurut Endriadi, ketiganya sempat memeragakan aksi kekerasan tak wajar. Hal itu lah yang kemudian membuat Redho meninggal. Endriadi pun enggan merinci seperti apa aktivitas kekerasan yang dimaksud.
Setelah melihat mahasiswa semester empat Fakultas Hukum UMY itu meninggal, menurut Endriadi, para pelaku panik. Muncullah ide untuk menghilangkan jejak dengan memutilasi tubuh Redho.
"Untuk menghilangkan jejaknya, terutama terhadap pergelangan tangan dan kaki, organ itu direbus dengan tujuan menghilangkan sidik jari korban," kata Endriadi.
Polda DIY gunakan metode Scientific Crime Investigation
Akan tetapi langkah W dan RD itu gagal. Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Tri Panungko mengatakan pihaknya menggunakan metode Scientific Crime Investigation untuk memastikan memastikan potongan tubuh yang ditemukan masyarakat adalah milik Redho.
“Dalam kasus ini kami juga mulai menerapkan metode Scientific Crime Investigation untuk mengungkap fakta-fakta lain agar kasus ini terungkap tuntas,” kata Tri Panungko dalam konferensi pers yang sama.
Langkah pertama adalah dengan melibatkan tim Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint Identification System) untuk menelusuri sidik jari korban. Yang kedua, polisi juga melakukan pengenalan secara visual kepada keluarga korban dengan barang-barang yang ditemukan di lokasi kejadian. Barang yang dicocokkan itu antara lain ada baju kaos, celana pendek, sandal gunung.
"Oleh keluarga korban dipastikan barang tersebut milik pribadi korban R," kata Endriadi.
Kemudian langkah ketiga, polisi juga membandingkan DNA orang tua korban dengan yang terdapat dalam potongan tubuh tersebut. Hasilnya, potongan tubuh dan ciri-ciri korban itu identik 99 persen dengan Redho.
Selain itu, polisi juga menelusuri telepon genggam korban dengan menggunakan metode forensik digital. Dari pendalaman inilah kemudian identitas W dan RD terungkap.
Kedua pelaku mutilasi mahasiswa UMY itu dijerat pasal berlapis, diantaranya pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman makasimal pidana mati atau paling lama 20 tahun penjara. Kemudian pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Lalu pasal 170 KUHP tentang melakukan kekerasan secara bersama-sama dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Juga pasal 351 KUHP tentang perbuatan yang mengakibatkan matinya seseorang dengan pidana penjara paling lama 7 tahun penjara.