TEMPO.CO, Jakarta - Sejak ratusan tahun silam, umat Islam di seluruh dunia berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Setelah selesai melaksanakan ibadah tersebut, mereka kemudian pulang ke tempat asalnya masing-masing.
Namun di Indonesia, biasanya orang yang baru pulang dari ibadah haji akan menyandang gelar haji. Gelar tersebut untuk menandakan bahwa ia telah melaksanakan ibadah haji. Lantas, bagaimana asal-usul pemberian gelar haji tersebut?
Menurut mendiang Agus Sunyoto, arkeolog Islam Nusantara, gelar haji mulai muncul sejak 1916. Urusan gelar haji sudah ada sejak pergerakan politik kebangsaan dan kekuasaan kolonial pada awal abad XX. Ketika itu gelar haji membuat cemas pemerintah kolonial Belanda.
Penggunaan gelar haji memberi pengaruh besar, yaitu mengajak umat Islam melakukan gerakan politik dan agama melawan kolonialisme. "Sejarahnya dimulai dari perlawanan umat Islam terhadap kolonial," katanya seperti dikutip dari situs resmi Nahdlatul Ulama.
Menurut dia, setiap ada pemberontakan selalu dipelopori guru thariqah, haji, ulama dari pesantren. "Tiga itu yang jadi biang kerok pemberontakan kompeni, sampai membuat kompeni kewalahan," ujarnya.
Gelar haji mengandung pengakuan kesalehan, otoritas politik, dan derajat sosial-budaya. Terdapat makna dan efek besar dari pencantuman gelar haji saat gerakan politik dan Islam membesar untuk berhadapan dengan pemerintah kolonial.
Para kolonialis sampai kebingungan karena setiap ada warga pribumi pulang dari tanah suci Mekkah selalu terjadi pemberontakan. "Tidak ada pemberontakan yang tidak melibatkan haji, terutama kiai haji dari pesantren-pesantren itu," ucap Agus.
Untuk memudahkan pengawasan, pada 1916, penjajah mengeluarkan keputusan Ordonansi Haji, yaitu setiap orang yang pulang dari haji wajib menggunakan gelar haji. "Supaya gampang mengawasi, intelijen, sejak 1916 itulah setiap orang Indonesia yang pulang dari luar negeri diberi gelar haji," katanya.
Penggunaan gelar haji bukan hanya di Indonesia
Sementara itu, antropolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, mengatakan tradisi seperti itu sebetulnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Di dunia Islam Melayu bagian lain juga begitu, baik Malaysia, Singapura, Brunei, dan bahkan Thailand Selatan.
“Tradisi di Mesir Utara bahkan bukan hanya memberi gelar haji, tapi juga melukis rumahnya dengan gambar Ka'bah dan moda transportasi yang digunakan ke Mekkah,” kata Dedi dikutip dari laman kemenag.go.id.
Namun, menurut Agus, sebutan atau panggilan “Ya Haj” yang ada di Timur Tengah hanya bersifat verbal atau ucapan penghormatan saja karena pemerintahan di sana tidak mengeluarkan sertifikat haji.
Pilihan Editor: Gelar Haji Hanya Ada di Indonesia, Benarkah Ulah Pemerintah Kolonial Belanda ?