TEMPO.CO, Kendari - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menahan General Manager PT Antam UPBN Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara HW pada Jumat malam, 23 Juni 2023. HW diterungku karena terjerat kasus dugaan korupsi illegal mining dan jual beli ore nikel di Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Konawe Utara.
Saat keluar dari ruang penyidik, HW mengenakan topi hitam dan masker. HW berjalan tergesa sembari menunduk, menghindari awak media yang menunggu sejak siang. HW menuju mobil tahanan yang membawanya ke Rutan Kelas II A Kendari. HW diperiksa hampir tujuh jam.
Kejaksaan Tinggi Sultra menyatakan HW berperan dalam kerja sama operasional (KSO) antara PT. Antam dan PT Lawu Agung Mining (PT.LAM) serta Perusda Sultra. HW juga dinilai mengetahui adanya jual beli ore nikel ke smelter Morosi dan Morowali. Padahal sedianya penjualan ore nikel hanya dibolehkan dilakukan kepada Antam. “Penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka HW di wilayah IUP Antam dalam perkara korupsi di wilayah IUP Antam di Konawe Utara, penahanan terhadap seorang GM PT Antam UPBN Konut, yang bersangkutan akan ditahan selama 20 hari ke depan,” kata Asisten Intel Kejati Sultra Ade Hermawan yang ditemui usai pemeriksaan di kantor Kejati Sultra, Jumat malam, 23 Juni 2023.
Selain HW, penyidik juga sudah memeriksa sejumlah orang dalam manajemen di Antam termasuk DA selaku mantan direktur utama Antam yang melakukan penandatangan KSO. Penyidik juga tengah mendalami bagaimana peran Perusda Sultra, karena ia juga terlibat dalam perjanjian KSO Antam.
Ade menjelaskan dalam klausul KSO ada poin soal kewajiban melakukan penambangan di area yang sudah ditentukan untuk menyerahkan hasil penambangan dan penjualan ke Antam. Namun kenyataanya hanya sebagian kecil saja yang disetor ke Antam. Ore nikel dalam jumlah besar malah dijual secara ilegal ke smelter di Morosi dan Morowali menggunakan dokumen terbang alias dokter milik PT. Kabaena Kromit Pratama (KKP). “KSO itu kan boleh, nah HW ini mengetahui adanya penjualan-penjualan secara ilegal itu, termasuk imbal balik apa yang diterima HW masih kami dalami,” kata Ade.
Temuan lain, penambangan melebar di luar area yang telah ditetapkan. Dalam klausul KSO, penambangan hanya boleh dilakukan dilahan seluas 22 hektare. Penyidik menemukan penambangan diduga melebar di luar kawasan perjanjian KSO, luasanya mencapai 157 hektare. Penambangan yang dilakukan juga di kawasan Antam yang belum memiliki IPPKH.
Sampai saat ini ada 22 perusahaan dari 38 perusahaan rekanan KSO yang sudah terperiksa sebagai saksi. Sisanya menunggu jadwal pemeriksaan. Dari 38 perusahaan ini, kejaksaan mendalami peran masing-masing. “Kami mintai keterangan sebagai saksi bagaimana peran, join operationalnya (JO) seperti apa, dan bagi-bagi tugasnya seperti apa,” ujar Ade.
Adapun tersangka lainya, yakni AA Direktur PT KKP, mangkir pada pemeriksaan ini. Kejaksaan menduga mangkirnya AA dari pemanggilan pemeriksaan karena tersangka menempuh praperadilan. “Praperadilan dimulai prosesnya sejak Jumat 16 Juni 2023. Sidang putusanya Senin pekan depan,” ujar Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasi Penkum) Kejari Sultra Dody kepada Tempo yang ditemui Jumat malam.
Sejauh ini, Kejati Sultra menetapkan empat tersangka dalam kasus tambang ilegal Antam yakni, HW General Manajer PT Antam UPBN Konut, AA Direktur PT Kabaena Kromit Pratama, Direktur dan Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining (PT.LAM) OS dan GAS. Dari empat tersangka ini, baru dua yang ditahan. Kejaksaan masih menghitung total kerugian negara dari perkara korupsi
Pilihan Editor: Kasus Korupsi Tambang Nikel, Kejati Sultra Tetapkan DIrut PT Lawu Agung Mining Sebagai Tersangka