TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, dianggap menuai kontroversi usai cuitannya soal bocoran putusan Mahkamah Konstitusi atau MK. Denny bahkan diancam akan dilaporkan oleh MK ke asosiasi advokat.
Bagaimanakah komentar dari Denny Indrayana, baik sebelum maupun sesudah putusan MK?
Siapa Denny Indrayana?
Melansir dari laman Indonesia Corruption Watch (ICW), Denny Indrayana lahir pada 11 Desember 1972 di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Denny merupakan lulusan sarjana hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Ia kemudian meraih gelar master di Universitas Minnesotta, Amerika Serikat. Sedangkan gelar doktor dia dapatkan dari Universtiy of Melbourne, Australia.
Denny sempat menjajaki karir sebagai dosen di Universitas Islam Yogyakarta. Pada 1994, dia menjadi asisten pengacara di Jeremias Lemek Law Firm Yogyakarta. Bersama beberapa kawannya, Denny turut mendirikan sekaligus menjadi Direktur Indonesia Court Monitoring. Namanya mulai dikenal ketika menjadi Direktur Pusat Kajian Antikorupsi, Fakultas Hukum UGM.
Di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, Denny sempat diangkat menjadi staf khusus presiden bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) untuk periode 2008-2011. Kariernya semakin melejit saat Presiden SBY mengangkatnya menjadi wakil menteri hukum dan HAM mendampingi Amir Syamsudin sebagai Menkumham periode 2011-2014.
Komentar Denny Soal Putusan MK
Permulaan dari kontroversi yang melibatkan Denny bermula dari cuitannya di akun twitter resminya, @dennyindrayana. Ia berujar bahwa MK akan memutuskan pemilu 2024 mendatang akan dilakukan dengan sistem proporsional tertutup.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting.”
Tidak hanya itu, Denny juga menambahkan bahwa cuitannya itu bersumber dari sumber yang kredibel. “Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi.”
Usai MK mengeluarkan putusan resminya tentang sistem pemilu 2024 yang akan berlangsung dengan sistem proporsional terbuka, Denny kembali menulis di akun twitternya.
“Alhamdulillah MK Menguatkan Kedaulatan Rakyat. Berikut adalah rilis saya menanggapi putusan MK yang menolak seluruh permohonan dan karenanya tetap menerapkan sistem pileg Proporsional Terbuka.” tulisnya. Di bawahnya, Denny mencantumkan 5 poin tanggapannya terkait putusan MK tersebut, antara lain ucapan syukurnya, kemenangan kedaulatan rakyat, terima kasih kepada jurnalis dan media massa serta apresiasi MK yang tidak memilih jalur pidana terhadap unggahan dirinya sebelumnya.
Tanggapan MK
Mengutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, MK akhirnya memberikan tanggapan usai cuitan Denny Indrayana yang menyatakan bahwa MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup dengan komposisi putusan, yakni 6 hakim setuju berbanding 3 hakim menolak.
Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih serta Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Fajar Laksono menemui awak media pada Kamis (15/6/2023) di Lobi Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta. Pada kesempatan itu, Saldi mengklarifikasi mengenai pernyataan Denny Indrayana tersebut dengan memaparkan secara detail kronologis perjalanan Perkara Nomor 114/PUU-XXI/2023 dari pengajuan permohonan sampai dengan pengucapan putusan.
Menurutnya, pengajuan permohonan diterima MK pada 14 November 2022 yang diregistrasi oleh Kepaniteraan MK pada 16 November 2022. Selanjutnya, MK menggelar sidang pendahuluan pada 23 November 2022 dan perbaikan pada 17 Desember 2022.
“Setelah itu, proses sidang masuk tahap sidang pleno. Di kalangan hakim ada pembahasan intens setelah sidang perbaikan pendahuluan mengenai perkara yang masuk ke kita, apakah perkara yang masuk ke MK akan diputus tanpa pleno atau diputus setelah mendengar pihak-pihak dalam (sidang) pleno. Dan Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 termasuk perkara yang kami putus untuk dibawa ke pleno. Mengapa? Karena perkara ini merupakan persoalan strategis. Dan kami, Mahkamah Konstitusi, merasa perlu mendengarkan keterangan pihak-pihak,” kata Saldi yang menemui pers usai Sidang Pembacaan Putusan Nomor 114/PUU-XX/2022.
Dalam keesmpatan ini, Saldi Isra mengemukakan pula bahwa MK telah bersepakat untuk mempertimbangkan dan menempuh langkah-langkah akan melaporkan Denny Indrayana dalam kapasitasnya sebagai advokat atas dugaan pelanggaran kode etik advokat.
“Saat ini, laporan sedang disiapkan, mudah-mudahan dalam minggu depan dapat segera kami sampaikan kepada Kongres Advokat Indonesia (KAI), organisasi advokat tempat Saudara Denny Indrayana tergabung” ujar Saldi.
Seiring dengan itu, MK juga mempelajari secara seksama untuk menyampaikan pemberitahuan ataupun melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dimaksud kepada lembaga yang punya otoritas menangani dugaan pelanggaran kode etik profesi advokat di Australia, termasuk lembaga yang memberikan dan menerbitkan izin kepada Denny Indrayana untuk melakukan praktik sebagai advokat di Australia.
Pilihan Editor: IM57+ Institute Jadi Tim Kuasa Hukum Denny Indrayana