INFO NASIONAL – Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Hal itu disampaikan Tokoh Rohaniawan Katholik Romo Franz Magnis-Suseno dalam Seminar Nasional yang diadakan oleh Sekolah Tinggi Pastoral (STIPAS) Keuskupan Agung Kupang dengan tema "Pancasila, Demokrasi dan Moderasi Beragama", di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu, 27 Mei 2023.
"Orang Indonesia bangga bahwa ia orang Indonesia dan sekaligus bangga dia adalah Muslim, Katolik, atau Jawa, Bugis, Manggarai. Itulah keberagaman Indonesia," kata lelaki yang kerap disapa Romo Magnis itu.
Menurut Romo Magnis, kunci keberhasilan Indonesia tetap bersatu walaupun sudah banyak konflik yang terjadi yaitu adanya mainstream Islam yang mendukung Pancasila dan NKRI, serta komunikasi positif antar agama. “Hasilnya adalah NKRI berdasarkan Pancasila," katanya.
Dalam menyambut tahun politik, Romo Magnis menyatakan bahwa Pancasila tidak boleh ditawar-tawar. "Pancasila itu pemersatu, maka tidak boleh ditawar lagi. Wakil rakyat bertanggung jawab penuh terhadap rakyat. Keagamaan yang moderat perlu terus kita dorong. Sebagai umat, kita harus terus membangun hubungan positif/saling percaya dengan agama-agama lainnya," ujar dia.
Sementara itu, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Romo Benny Susetyo mengatakan, umat Katholik terlibat juga dalam rumusan Sumpah Pemuda lewat organisasi pemuda. “Namun, perkembangannya, kita tidak lagi terlibat pada gerakan, tetapi pada status quo. Dulu takut dengan kekuatan dan pemegang kekuasaan. Itu sejarah dan bisa dilihat dalam riset.”
Dia pun menyoroti tren masyarakat, khususnya umat Katholik, saat ini. “Budaya copy paste. Mudah saja menyebarkan berita tanpa didalami dulu. Manipulasi media sosial menjadi alat provokasi agama. Umat menjadi tidak cerdas dan masuk dalam perangkap; malah ikut-ikut provokasi. Agama padahal sakral nilainya. Kita menghina agama lain, Kita menghina Tuhan juga," ujarnya.
Menurutnya, formalisme agama di Indonesia luar biasa. Indonesia seharusnya memiliki masyarakat yang religius, tetapi justru korupsi dan kekerasan terus terjadi. “Ini sebuah ironi. Banyak rumah ibadah, tetapi kualitas masyarakatnya tidak berimbang."
Salah satu pendiri Setara Institute ini juga menyatakan bahwa terjadi darurat Pancasila. Menurutnya sebanyak 83 persen pelajar menyatakan setuju jika Pancasila diganti. “Mengapa itu terjadi? Berarti ada kegagalan dalam pendidikan kewarganegaraan dan agama. Seharusnya ini juga menjadi pacu bagi Kemendikbud untuk meningkatkan kualitas pendidikan Pancasila dan agama," katanya.
Padahal, lanjut dia, Pancasila adalah kesepakatan dan pemersatu kita semua. “Apalagi sekarang, akan tahun politik 2024. Isu-isu dikeluarkan yang dapat menghancurkan persatuan dan kesatuan. Pancasila dibutuhkan," ujar dia.
Benny pun mengingatkan umat untuk berhati-hati melihat politik. “Jangan terkecoh. Jangan terjebak dengan karisma semata tanpa melihat track record-nya. Jangan memilih yang mengancam Pancasila, karena kalau itu terjadi, kaum minoritas-lah yang terdampak. Anda jangan mau dijadikan korban pertarungan politik.”
Menurut Fransiskus Bustan, Pancasila adalah identitas Indonesia. "Kita ragam, banyak jenisnya. Perbedaan seharusnya sebuah kenyataan sederhana yang tidak perlu diperdebatkan. Dalam keagamaan kita, kita beraga, hidup dalam Pancasila. Itulah Indonesia.”
Pancasila, lanjut dia, adalah identitas kita. Pancasila adalah simpul perajut dan pemersatu bangsa Indonesia. “Pancasila menyatukan kita semua," ujar dia.
Aloysius Liliweri mengajak kepada peserta untuk memilih calon dalam pemilihan daerah masing-masing yang bersandar pada nilai Pancasila. "Pilihlah juga anggota DPR, DPRD, Bupati, Walikota, Gubernur, yang memang memperhatikan kita semua, yang memiliki dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Itu juga harus dipikirkan dan diperhatikan.” (*)