TEMPO.CO, Jakarta - Sulami warga Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung, Sragen yang berusia 42 tahun dinyatakan meninggal dunia pada 12 Juni 2023. Kabar duka meninggalnya 'manusia kayu' itu dibenarkan oleh Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama melalui Kapolsek Kedawung, AKP Walidi. Selain itu, Camat Kedawung, Endang Widayanti melalui pesan WhatsApp juga membenarkan kabar duka tersebut.
“Iya betul, Sulami meninggal dunia. Lalu, pada pukul 14.00 WIB dimakamkan, saya juga melayat kesana,” kata Endang pada 12 Juni 2023.
Berdasarkan Joglosemarnews mitra Teras.id, menurut Endang, Sulami meninggal di rumahnya. Beberapa hari sebelum meninggal, kondisi Sulami normal, tidak ada penyakit lain selain penyakit kaku yang dialaminya itu.
Sulami menderita penyakit aneh yang membuat tubuhnya kaku dan tidak bisa bergerak selama puluhan tahun. Tubuh Sulami tak bisa ditekuk sehingga banyak orang menyebutnya sebagai “Manusia Kayu”. Gejala dari penyakitnya ini sudah dialami Sulami sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu, baru sebagian tubuh saja yang susah digerakkan, seperti jari kaki dan lutut. Namun, lama kelamaan, tubuh yang lain juga tidak bisa bergerak. Sejak 18 tahun silam, seluruh tubuhnya kaku layaknya kayu.
Dokter RSUD Dr Moewardi Surakarta, Arif Nurudin yang menangani Sulami menyatakan bahwa Sulami mengalami penyakit autoimun berjenis ankylosing spondylitis disertai scleroderma. Menurut dokter spesialis penyakit dalam tersebut, penyakit ankylosing spondylitis merupakan suatu bentuk peradangan kronis dari tulang belakang (spine) dan sendi-sendi tulang menjadi kaku. Sementara itu, scleroderma merupakan penyakit autoimun penebalan pada kulit. Berdasarkan hasil radiologi rumah sakit tersebut, tulang belakang pasien Sulami, lurus seperti bambu, seperti tertulis dalam Antaranews.
Saat itu, untuk bisa berdiri, Sulami harus diangkat dan diturunkan dalam posisi berdiri. Sebenarnya, ia masih bisa sedikit berjalan dengan bantuan tongkat, tetapi luka di kaki mengganggu aktivitasnya. Kondisi itu membuat ia lebih banyak berdiam di kamar. Untungnya, ia tidak sendiri. Selama melakukan kegiatan sehari-hari, ia selalu bergantung kepada nenek angkatnya, Ginem yang sangat merawatnya. Nenek tua yang sudah renta itu harus menemani cucunya sepanjang hari dengan membantu membalik tubuh ketika lelah dan menyuapi makanan.
Sulami dan Ginem hanya mengandalkan beras bantuan dari pemerintah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari semasa hidupnya. Kerabat dan para tetangga pun terkadang memberikan lauk untuk makan mereka berdua. Keluarga itu memang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, rumah yang dihuninya cukup memprihatinkan, sebagian besar terbuat dari tripleks dan anyaman bambu. Nyaris tidak ada perabot di rumah kecil itu. Barang elektronik yang terlihat adalah kipas angin dan sebuah radio tua, termasuk lampu model LED di kamar tidur Sulami, sebagaimana pernah diberitakan Tempo.co.
Selama menjalani sakitnya, Sulami si Manusia Kayu ini ternyata memiliki kegemaran unik, yaitu mendengarkan lagu-lagu islami atau nasyid dan ceramah agama. Ia mendengarkan melalui radio tuanya dari stasiun radio MH FM. Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan radio itu dari sang kerabat. Namun, ia lupa kapan pastinya diberikan radio tersebut.
Pilihan Editor: Begini Awal Penyakit Manusia Kayu yang Diderita Sulami